Tiga Dekade Berkuasa, Ogah Turun Takhta
jpnn.com, PNOM PENH - Berkuasa lebih dari tiga dekade, sepertinya, belum cukup bagi Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen. Dia berencana tambah dan berusaha memastikan tak akan ada yang mengganggu rencananya tersebut.
Karena itu, Jumat kemarin (10/11) Hun Sen menegaskan, hasil Pemilu 2018 yang hampir pasti memenangkan dirinya akan berlaku meski tidak mendapat pengakuan dunia internasional.
”Komite Pemilu Nasional (NEC)-lah yang akan mengumumkan hasil akhirnya. Tidak dibutuhkan pengakuan dari siapa pun, kita tidak membutuhkannya,” ujar pria yang menjadi PM sejak 1985 itu saat memberikan pidato pada sebuah acara di Phnom Penh. Pemilu bakal diselenggarakan 29 Juli 2018.
Peluang hasil pemilu tak diakui lembaga internasional memang sangat besar. Sebab, Hun Sen diyakini akan melakukan segala cara untuk menang. Saat ini saja, sepak terjang Hun Sen untuk menghancurkan lawan politiknya tampak nyata.
Dia memburu semua orang yang mengkritik pemerintah. Tidak terkecuali anggota Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) yang menjadi oposisi.
September lalu pemimpin oposisi Kem Sokha didakwa berkhianat dan berencana menggulingkan pemerintahan. Kelompok pembela HAM menyebut Kem Sokha dipenjara atas tuduhan palsu.
Separo anggota parlemen dari partai oposisi akhirnya melarikan diri dari Kamboja karena takut bernasib sama dengan Kem Sokha. Pemerintah juga mengajukan pembubaran CNRP. Keputusan pengadilan atas permintaan itu diumumkan 16 November.
Gara-gara hal tersebut, Hun Sen dituding sengaja ingin membuat Kamboja sebagai negara yang hanya memiliki satu partai. Beberapa lembaga HAM mendesak Uni Eropa (UE) dan Jepang untuk menghentikan pendanaan pemilu Kamboja jika CNRP benar-benar dibubarkan.