Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Tiket Rp 6 Ribu untuk Saksikan Atraksi Buaya Rebutan Itik

Minggu, 19 Januari 2014 – 07:26 WIB
Tiket Rp 6 Ribu untuk Saksikan Atraksi Buaya Rebutan Itik - JPNN.COM
OBJEK WISATA: Para pengunjung Asam Kumbang Crocodile Park mengabadikan buaya-buaya di salah satu kandang. Angger bondan/jawa pos

Di Medan, Sumatera Utara, ada sebuah penangkaran hewan yang istimewa. Betapa tidak istimewa kalau yang ditangkar sekitar 2.600 ekor buaya. Hebatnya lagi, usaha penangkaran itu dilakukan oleh sebuah keluarga yang memanfaatkan halaman belakang rumahnya di Desa Asam Kumbang.
 
M. SALSABYL AD’N, Medan
 
Tak seperti berwisata ke Danau Toba yang memakan enam jam perjalanan darat dari Medan, wisatawan yang ingin mengunjungi Asam Kumbang Crocodile Park di Desa Asam Kumbang, hanya membutuhkan waktu setengah jam naik mobil. Lokasinya gampang ditemukan. Hampir setiap warga kota itu mengenal dengan baik desa yang dikenal karena mempunyai penangkaran ribuan buaya tersebut.

Setelah memasuki gapura selamat datang yang dihiasi gambar buaya, pengunjung akan diarahkan menuju ke rumah keluarga Lim Hui Cu yang pekarangannya cukup luas. Di rumah istri mendiang Lo Than Muk itulah pusat penangkaran buaya, Asam Kumbang Crocodile Park, dikembangkan.

Tapi, sekilas tidak kelihatan bila di halaman belakang rumah Lim Hui Cu itu menyimpan ribuan predator ganas. Dari yang masih bayi hingga yang sudah tua. Setiap saat Lim akan menyambut pengunjung yang ingin melihat koleksi buaya-buaya rawanya. Sudah pasti pengunjung tidak gratis. Lim akan menyodorkan tiket tanda masuk seharga Rp 6 ribu untuk setiap pengunjung. Dana ’’sebesar’’ itu membantu usaha penangkaran yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Setelah membayar tiket, pengunjung bisa langsung masuk melalui jalur sempit sebelah kasir dan menuju kandang-kandang penangkaran buaya yang terletak persis di halaman belakang rumah Lim. Selain kandang-kandang kecil untuk melokalisasi buaya-buaya dengan umur tertentu, keluarga Lim juga mempunyai lahan yang masih berupa rawa-rawa seluas 1,5 hektare. Di rawa berlumpur itu tampak moncong-moncong buaya siap menerkam makanan yang dilemparkan ke arah mereka.

’’Tolong jangan memberi makanan sembarangan ke buaya-buaya itu,’’ begitu Lim selalu mengingatkan para pengunjung yang baru masuk ke Asam Kumbang Crocodile Park.

Bagi pengunjung yang akan memberi makan, Lim menyediakan makanannya. Yakni itik-itik yang siap diumpankan di kerumunan buaya di kandang atau di rawa-rawa. Seekor itik dijual seharga Rp 30 ribu. Saat itik dilempar ke kandang dan buaya-buaya berebut dengan ganas itulah tontonan bagi pengunjung.   

Menurut Lim Hui Cu, peternakan buaya Asam Kumbang  didirikan mendiang suaminya, Lo Than Muk, pada 1959. Awalnya hanya 12 ekor anak buaya yang diperoleh dari sungai Sumatera Utara. ’’Saat itu buaya masih belum digolongkan sebagai binatang yang dilindungi. Jadi, masa itu orang bebas menangkap dan memelihara untuk tujuan komersial maupun tujuan lain,’’ kata Lim.

Semula Lo Than Muk memperlakukan buaya-buayanya itu untuk peliharaan biasa. Tidak ada maksud untuk mengembangkannya sebagai peternakan. Namun, ketika jumlahnya semakin banyak, Lo bersama Lim akhirnya menjadikan peliharaannya itu sebagai usaha. Mereka lalu secara khusus melakukan penangkaran.

Di Medan, Sumatera Utara, ada sebuah penangkaran hewan yang istimewa. Betapa tidak istimewa kalau yang ditangkar sekitar 2.600 ekor buaya. Hebatnya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News