Tinggalkan Perusahaan Beken, Kini jadi Bos di Penjara
Jika di rutan sampai dipanggil bos, di lingkungan rumahnya, Denok justru dipandang sebelah mata.
Dia bercerita, saat hendak memberikan edukasi kepada ibu-ibu di kelurahannya, dia dihadang beberapa ibu yang berjaga di depan pintu masuk tempat edukasi.
’’Mereka bilang, ’Mbak Denok, kami tidak butuh edukasi’. Saya bilang, ya enggak apa-apa. Toh, ini sosial. Kalau mau, ayo. Kalau tidak, enggak maksa. Lalu, saya balik kanan, pulang ke rumah,’’ ujar Denok menirukan perkataan ibu-ibu yang ditemuinya.
Menurut dia, dirinya sudah empat kali melakukan sosialisasi di lingkungannya. Ibu-ibu yang ikut sosialisasi tersebut tidak harus mengeluarkan modal.
Semua peralatan diberikan Denok secara cuma-cuma. Tapi, tetap saja tidak ada yang mau. Akhirnya, Denok menyerah. Ketimbang dongkol karena terus-menerus ditolak, dia memilih bergerak ke tempat lain.
Saat ini Denok sudah memberikan pelatihan di 13 di antara 51 kelurahan di Solo. Ibu-ibu yang sudah mendapat pelatihan juga sudah sangat pandai.
Kampung-kampung yang pengelolaan sampahnya telah bagus lalu disebut dengan kampung daur ulang.
Kiprah Denok di Solo ternyata mengantarkannya kembali ke Jakarta. Bersama teman-temannya, Denok melakukan kerja sama dengan Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK) Jakarta untuk membantu mengelola sampah di sana.