TNI Hajar Warga, Anak Buah Prabowo Curigai Pengusaha
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Raden Muhammad Syafi’i menduga ada pihak yang menjadi provokator dalam bentrok antara TNI Angkatan Udara dengan masyarakat desa Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Senin (15/8). Menurut dia, tidak mungkin TNI bertindak sendiri melawan rakyatnya apalagi sampai meneror dan menyiksa warga, bahkan merusak masjid dan menista agama.
Politikus Gerindra itu mengatakan, pasti ada pengusaha yang terganggu ketika putusan hukum menguatkan hak warga atas tanah yang disengketakan. Warga bahkan menggarap lahan yang bukan wilayah TNI AU.
Karenanya, Syafii menduga ada pengusaha yang memanfaatkan persoalan yang ada untuk menguasai lahan yang kini ditempati warga. “Aparat TNI pasti sudah diprovokasi oleh pihak lain yang tidak lain adalah pengusaha, yang ingin mengambil alih penguasaan tanah rakyat itu,” ujar Raden ketika dihubungi wartawan, Jumat (19/8).
Menurut dia, pengusaha itu justru hendak menggunakan cara ilegal untuk menguasai lahan seluas kurang lebih 260 hektare yang ditempati 5300 kepala keluarga atau kurang lebih 36 ribu jiwa. Demi memuluskan rencana pengusaaan lahan itu, kata Syafoo, maka pengusaha tersebut mengadu warga dengan TNI AU.
“Mereka bahkan tidak segan-segan menista agama Islam. Sudah banyak masjid yang mereka robohkan untuk diambil alih lahannya,” tambahnya. Karenanya anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu mendesak Panglima TNI, Jendral Gatot Nurmantyo untuk menindak tegas anak buahnya yang selama ini melindungi para pengusaha nakal itu. Pasalnya, rakyat mendapatkan kesan bahwa para pengusaha itu bisa bertindak sesuka hatinya karena dilindungi oleh aparat demi kepentingan bisnis para pengusaha itu.
“Jika rakyat minta perlindungan, aparat justru melindungi para pengusaha itu,” katanya. “TNI dan anggotanya sebagai pengayom masyarakat seharusnya mau mematuhi keputusan hukum,” sambung legislator asal Sumatera Utara itu.
Politikus yang namanya mencuat karena membacakan doa penuh sindiran saat sidang bersama DPR dan DPD yang dihadiri Presiden Joko Widodo itu menegaskan, ada beberapa tindakan aparat yang di luar batas. Misalnya, masuk masjid tanpa melepas sepatu, menarik orang yang sedang berada dalamnya, hingga merusak kotak amal.
“Ini harus dihukum berat. Jika pimpinan TNI tidak menghukum, berarti mereka melecehkan hukum. Pasal 52 KUHP mengatakan ada pemberatan hukuman jika yang melakukan adalah aparat,” katanya.