Tolak Bea Keluar Progresif Tambang
jpnn.com - JAKARTA - Aksi dramatis yang dilakukan Jabir Sanela (35), warga Desa Benete, Sumbawa Barat yang mengiris lengannya sebagai reaksi penolakan terhadap pengenaan bea keluar progresif 25 persen hingga 60 perseb terhadap perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara di Sekongkang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
"Saya tidak mau, saya menolak kalau sampai Newmont (PTNNT, Red) ditutup," ucapnya lalu menelungkup dan menorehkan lengannya yang berdarah di spanduk putih di tanah.
Aksi Jabir Sanela yang juga seorang pengusaha subkontraktor PTNNT itu tidak sendiri, bahkan aksi tandatangan itu juga dilakukan anggota DPR RI Komisi III, Fahri Hamzah bersama ratusan tokoh masyarakat, kepala desa, camat, pengusaha, LSM, tukang ojek dan lainnya.
Pengenaan bea keluar progresif oleh pemerintah sesuai Permenkeu No 6/2014 memberatkan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas PTNNT, sehingga sejak pemberlakuan UU No 4/2009 tentang Minerba, PTNNT tidak mengekspor hasil konsentratnya.
"Terakhir kami mengekspor konsentrat pada 11 Januari 2014," kata Ruslan Ahmad, Senior Specialist Medrel PTNNT dalam keterangan persnya, Minggu (8/3).
Kondisi kritis yang dialami PTNNT mengharuskan perusahaan itu mengatur produksinya agar tetap berjalan normal, termasuk mengevaluasi dan memutuskan sebagian besar kontrak kerja dengan pengusaha subkontraktornya.
"Kalau NNT ditutup, hancur semuanya. Mau jadi apa kami. Kontrak saya juga diputus, saya tidak tahu pakai apa untuk bayar gaji pegawai saya," kata H Gani Idang, pengusaha jasa angkutan karyawan Batu Hijau.
Kondisi ini juga berimbas langsung terhadap kegiatan ekonomi masyarakat di Sumbawa Barat yang selama ini bergantung dari keberadaan dan keberlangsungan operasional perusahaan tersebut.