Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Tomboi sejak Kecil, Bercita-cita jadi Petinju

Rabu, 25 November 2009 – 03:12 WIB
Tomboi sejak Kecil, Bercita-cita jadi Petinju - JPNN.COM
TUGAS - Salah satu aksi petinju di acara "Ring Tinju" TVRI (kiri), serta aktivitas Dr Wahyuni R Homan saat memeriksa seorang petinju (kanan). Foto: Internet/Muhamad Ali/Jawa Pos. Montase: Arsito/JPNN.
"Untuk menentukan laik tidaknya petinju naik ring, saya menggunakan standar peraturan pertandingan. Makanya, sampai sekarang belum ada petinju (yang ditanganinya, Red) yang karena bertanding sampai meregang nyawa," ujarnya. Selain berprofesi sebagai dokter spesialis olahraga, Wahyuni pernah mengikuti pendidikan kepelatihan dokter ring tinju yang diadakan badan tinju dunia WBC pada 2005 di Jakarta.

Berbeda dengan sebelum pertandingan yang ada standar untuk menentukan petinju laik tidaknya naik ring, di ring tidak ada standar baku bagi dokter untuk menghentikan pertandingan. Bahkan, ketika terjadi kecelakaan terhadap seorang petinju atau kedua petinju di ring, tak jarang keputusan "politik" ikut berperan. Misalnya, diminta agar dokter melarang pertandingan dilanjutkan jika petinju yang dikehendaki menang ternyata akan berbalik kalah, atau mengizinkan pertandingan dilanjutkan setelah terjadi pendarahan akibat benturan atau pelanggaran di ring.

Pernyataan dokter nyentrik itu memang ada benarnya. Masalahnya, aturan di tinju profesional memang sangat berbeda dengan di tinju amatir. Di profesional, jika tak puas oleh keputusan hasil pertandingan, petinju bersangkutan bisa meminta tarung ulang (rematch). Dan, promotor bisa mengaturnya. Di amatir, tidak ada pertarungan ulang yang direncanakan. Masalahnya, pertandingan hanya terjadi pada iven-iven yang telah ditentukan dan penentuan lawan berdasar undian (drawing).

Peristiwa yang menimpa petinju Indonesia, Daud "Cino" Jordan saat bertarung di California, AS, 7 Maret lalu misalnya. Pertarungan non-gelar 10 ronde melawan mantan juara dunia kelas super bulu asal AS Robert Guerrero dihentikan wasit pada ronde kedua, karena pelipis Guerrero berdarah akibat benturan. Keputusan akhir, duel tersebut dianggap tidak ada (no contest) sehingga tidak ada pemenangnya.

Aksi kekerasan, cucuran darah, dan kadang berujung kematian umumnya membuat ngeri dan dihindari kaum wanita. Tetapi, tidak demikian halnya dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close