Tomboi sejak Kecil, Bercita-cita jadi Petinju
Rabu, 25 November 2009 – 03:12 WIB
Berbeda dengan sebelum pertandingan yang ada standar untuk menentukan petinju laik tidaknya naik ring, di ring tidak ada standar baku bagi dokter untuk menghentikan pertandingan. Bahkan, ketika terjadi kecelakaan terhadap seorang petinju atau kedua petinju di ring, tak jarang keputusan "politik" ikut berperan. Misalnya, diminta agar dokter melarang pertandingan dilanjutkan jika petinju yang dikehendaki menang ternyata akan berbalik kalah, atau mengizinkan pertandingan dilanjutkan setelah terjadi pendarahan akibat benturan atau pelanggaran di ring.
Pernyataan dokter nyentrik itu memang ada benarnya. Masalahnya, aturan di tinju profesional memang sangat berbeda dengan di tinju amatir. Di profesional, jika tak puas oleh keputusan hasil pertandingan, petinju bersangkutan bisa meminta tarung ulang (rematch). Dan, promotor bisa mengaturnya. Di amatir, tidak ada pertarungan ulang yang direncanakan. Masalahnya, pertandingan hanya terjadi pada iven-iven yang telah ditentukan dan penentuan lawan berdasar undian (drawing).
Peristiwa yang menimpa petinju Indonesia, Daud "Cino" Jordan saat bertarung di California, AS, 7 Maret lalu misalnya. Pertarungan non-gelar 10 ronde melawan mantan juara dunia kelas super bulu asal AS Robert Guerrero dihentikan wasit pada ronde kedua, karena pelipis Guerrero berdarah akibat benturan. Keputusan akhir, duel tersebut dianggap tidak ada (no contest) sehingga tidak ada pemenangnya.