Transformasi BUMN Menjadi Lokomotif Ekonomi Nasional
Oleh: Budi Muliawan, Pemerhati Sosial/Alumnus FH Universitas Brawijaya dan Program Pasca Sarjana FH Universitas IndonesiaPada era Menteri BUMN Erick Thohir terjadi percepatan penataan BUMN dengan serangkaian eksekusi kebijakan. Dengan latar belakang pengusaha tulen, Erick Thohir lebih mempunyai intuisi untuk menyelami persoalan dan bagaimana memperbaiki kinerja serta performa BUMN baik dari sisi manajemen maupun keuangan melalui transformasi dan restrukturisasi. Berulang-ulang Menteri BUMN menyebut kata “transformasi” yang harus dilakukan BUMN.
Perhatian saat ini tertuju pada transformasi di tubuh BUMN. Transfomasi, efisiensi, dan restrukturisasi, BUMN adalah sebutan bagi serangkaian langkah dan upaya yang dilakukan Kementerian BUMN untuk memperbaiki kinerja dan performa BUMN. Efisiensi dan restrukturisasi BUMN merupakan bagian dari transformasi BUMN di tengah arus perubahan.
Transformasi di dalam tubuh BUMN berkaitan dengan akuntabilitas perusahaan, profesionalisme, meminimalisir intervensi politik, peningkatan kinerja dan produktivitas serta daya saing perusahaan baik dalam pasar domestik maupun internasional.
Transformasi BUMN merupakan satu keharusan. Transformasi merupakan upaya untuk menjadikan BUMN Indonesia lebih kompetitif dan berkelas dunia.
BUMN melakukan transformasi agar siap menghadapi situasi yang berubah dan ketidakpastian. BUMN perlu melakukan perubahan tata kelola menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan agar tetap kompetitif menghadapi persaingan global.
Melalui transformasi, BUMN cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Transformasi jangan pernah berhenti karena perubahan selalu terjadi.
Transformasi BUMN pun sudah terlihat hasilnya. Bank Syariah Indonesia sebagai penggabungan tiga bank syariah milik negara, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri Syariah telah bersanding dengan bank konvensional. Transformasi di tubuh PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN berhasil menorehkan keuntungan Rp 2,3 trilun per Agustus 2021. Padahal, perusahaan ini diproyeksi bakal rugi Rp 1,4 triliun.
Contoh lain, PT Krakatau Steel (Persero), setelah 8 tahun berturut-turut selalu rugi, pada tahun 2020, Krakatau Steel meraih laba bersih US$ 23,67 juta atau Rp 339 miliar. Setahun sebelumnya perseroan masih merugi US$ 503,65 juta atau Rp 7,21 triliun.