Trump Tebar Ancaman Jelang Negosiasi Dagang dengan Tiongkok
jpnn.com, WASHINGTON - Bukan Donald Trump jika tak memberikan kejutan besar. Minggu (5/5) presiden AS itu mengancam akan menaikkan tarif impor untuk produk dari Tiongkok. Peringatan tersebut datang beberapa hari sebelum delegasi Tiongkok berkunjung ke AS besok (8/5).
Melalui akun Twitter pribadinya, suami Melania Trump itu menegaskan bahwa dirinya siap kembali berperang. Jika dia tak puas dengan perundingan dagang sampai Jumat, tarif akan berlaku lagi. "Proses kesepakatan dagang dengan Tiongkok berjalan terlalu lamban," ungkapnya menurut Agence France-Presse.
Bukan hanya itu. "Ganjaran" yang ditetapkan Trump kepada Tiongkok juga meningkat. Dia bakal menaikkan tarif impor terhadap kelompok barang senilai USD 200 miliar (Rp 2.858 triliun) menjadi 25 persen. Saat AS dan Tiongkok berperang tarif tahun lalu, kelompok barang tersebut hanya dikenakan pajak 10 persen.
"Selama sepuluh bulan (pada 2018, Red) Tiongkok sudah membayar 25 persen produk teknologi tinggi senilai USD 50 miliar (Rp 714 triliun) yang dikirim ke sini. Jumat nanti, barang lainnya ditarif sama," tegasnya.
Ancaman Trump amat berbisa. Dalam pesan itu, dia juga menyebut barang-barang impor dari Tiongkok senilai USD 325 miliar (Rp 4.645 triliun) yang belum dikenai bea impor. Tapi, sebentar lagi hal tersebut bisa berubah.
"Tarif-tarif itu akan menyeimbangkan perdagangan. Kami tak mau lagi kalah selisih USD 500 miliar (Rp 7.146 triliun) per tahun dengan Tiongkok," imbuhnya.
Racun tersebut menundukkan bursa-bursa Asia. Bursa Shanghai turun 5,6 persen; bursa Hongkong turun 2,9 persen; dan bursa Singapura turun 3,1 persen. "Trump seperti ingin menggunakan palu godam untuk membuka kacang. Dan sekarang, pikiran investor pasti terisi dengan perundingan dagang," ujar Jeffrey Halley, analis pasar bursa di OANDA.
Tentu investor sibuk garuk-garuk jidat. Pekan lalu mereka baru saja terbuai angin sepoi-sepoi. Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengunjungi Beijing pada 1 Mei. Setelah bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Liu He, mereka berkoar bahwa kesepakatan sudah ada di dekat garis finis.