Trump Terpilih, Rupiah Ikut Terempas
Namun, dalam sesi perdagangan siang hingga sore, gejolak mulai mereda seiring intervensi BI. Akhirnya, rupiah ditutup di level 13.383 per USD atau melemah 1,87 persen terhadap USD.
Pelemahan itu sekaligus menjadi yang tertajam bila dibandingkan dengan mata uang lain di kawasan Asia Pasifik. Selain rupiah, ada beberapa mata uang yang kemarin ikut anjlok karena dihajar dolar. Antara lain ringgit Malaysia yang melemah 1,44 persen; won Korea Selatan yang terdepresiasi 1,26 persen; serta ringgit India yang tergerus 0,93 persen. Sementara itu, kurs tengah BI kemarin menunjukkan bahwa rupiah ditutup di level Rp 13.350, melemah 232 poin atau 1,77 persen.
Menurut Mirza, isu Trump menjadi presiden terpilih AS masih menjadi faktor utama analisis pasar yang memengaruhi banyak mata uang di berbagai belahan dunia.
Hal itu disebabkan sikap Trump yang dikhawatirkan cenderung protektif sehingga memengaruhi nilai ekspor negara-negara emerging market. Di Brasil nilai tukar juga sempat melemah 4,59 persen; sementara di Meksiko melemah 3,5 persen. Begitu juga di Afrika Selatan, melemah 4,8 persen.
Mirza terus berupaya meyakinkan pasar bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. ”Jadi, tidak perlu terlalu mengkhawatirkan soal Trump,” ucap dia.
Sebab, lanjut dia, Indonesia sebenarnya lebih terpengaruh Tiongkok sebagai negara mitra dagang utama. ”Dari tahun 2012 sampai 2015 kemarin, kita lebih dipengaruhi oleh melambatnya Tiongkok. Lalu, gara-gara itu, harga komoditas turun, lalu itu memengaruhi ekonomi beberapa daerah seperti Sumatera dan Kalimantan. Jadi, bukan tentang AS,” paparnya.
Saat ditanya soal imbas lanjutan dari perekonomian Tiongkok yang juga terpengaruh isu Trump, Mirza menilai masih terlalu dini bagi Indonesia mengkhawatirkan hal tersebut. Menurut dia, sejauh ini BI menilai fundamental ekonomi Indonesia masih baik. Karena itu, BI belum berencana membatasi perdagangan valuta asing.
BI masih akan membiarkan pasar bergerak bebas. Sebab, analisis pasar yang berkembang tidak mencerminkan fundamental ekonomi dan masih bersifat temporer. Untuk menyuntikkan kepercayaan kepada pelaku pasar, BI siap melakukan buyback surat berharga negara (SBN).