Tuding Ada Upaya Sistematis Jegal Khofifah-Herman
jpnn.com - JAKARTA - Pasangan Bakal Calon Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Herman Sumawiredja, mengungkap sejumlah kejanggalan d ibalik sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jatim yang menyatakan mereka tidak memenuhi syarat dukungan untuk maju di pilgub Jatim.
Menurut Kuasa Hukumnya, Otto Hasibuan, pada 6 Mei 2013, dukungan terhadap Khofifah-Herman sudah terpenuhi, yakni terdapat 8 partai pendukung dengan jumlah suara mencapai 16,9 persen.
Namun tiba-tiba pada tanggal 13 Mei tepatnya sehari sebelum pasangan Khofifah-Herman melakukan pendaftaran, disebutkan ada dua partai yang memindahkan dukungannya.
Masing-masing Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI dan Partai Kedaulatan. Akibatnya jumlah dukungan terhadap mereka kurang dari 15 persen sebagaimana batas minimal yang ditetapkan undang-undang.
"Fakta yang sesungguhnya PPNUI telah mendukung Khofifah-Herman, tiba-tiba ada surat yang disebut ditandatangani Ketua Umum PPNUI menyatakan memberi dukungan pada pasangan lain. Nah atas surat tersebut Ketum sudah bilang itu palsu dan sudah dilaporkan ke polisi. Tetapi KPU tetap mengabaikannya," ujar Otto di Jakarta, Rabu (24/7).
Menurut Otto surat tersebut diduga dipalsukan oleh Sekjen PPNUI, Andi William Irfan. Fakta kedua terjadi pada 14 Mei saat pasangan Khofifah-Herman mendaftar ke KPU Jatim. Ketika itu disebutkan ada syarat-syarat yang kurang.
"Nah oleh KPU disuruh datang besok saja, padahal ada partai lain yang mengusung pasangan bakal calon gubernur Soekarwo-Saifullah Yusuf juga tidak lengkap, tapi boleh susulan (hari itu juga). Kemudian di dalam berita-berita KPU menyatakan jumlah dukungan terhadap Khofifah-Herman sangat kecil, ini menggiring masyarakat tidak memilih mereka, padahal harusnya KPUD netral," katanya.
Otto menilai dari rangkaian peristiwa dimaksud terlihat jelas ada gerakan sistematis yang dilakukan sejak dini untuk menjegal Khofifah-Herman. Dugaan tersebut dikuatkan dengan adanya rumor yang menyatakan Ketua KPU Jatim telah menerima suap sebesar Rp 3 miliar dari pasangan Soekarwo-Saifullah.