Tugas Berat Jokowi Meredakan Perlawanan Pendukungnya
jpnn.com - Joko Widodo-Jusuf Kalla sebaiknya menghargai apa yang sudah menjadi keputusan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak menaikakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Kalau misalnya Pak SBY tidak mau menaikkan itu, ya sudah itu menjadi kewenangan Beliau. Tidak usah diganggu," ujar ilmuwan politik, Muhammad AS Hikam, kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu (30/8).
Jokowi-JK sendiri sudah menegaskan akan mengambil kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kebijakan itu bahkan sudah didukung terang-terangan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Yang jadi masalah adalah timbulnya perpecahan pendapat di internal pendukungnya mengenai rencana kebijakan yang tidak populer itu.
Hikam memberikan saran kepada Jokowi. Yang harus dilakukannya adalah menyiapkan kondisi hingga ketika "pil pahit" itu harus "ditelan" tidak ada lagi riak-riak perdebatan di internal barisan pendukungnya sendiri.
"Kalau saya jadi penasihat mereka, saya akan sarankan Jokowi menyiapkan bagaimana situasi kondusif ketika presiden dan wapres terpilih dilantik. Sambil menyiapkan itu, ia menyatukan pandangan di dalam pendukungnya sendiri, di internal PDIP dan koalisi," kata Hikam.
Dia sarankan, para elite politik pendukung Jokowi-JK sebaiknya berusaha agar adu wacana di internal mereka tidak sampai ramai di media massa.
"Yang begini-begini tak usah terlalu banyak diomongkan di media massa. Sistem komunikasinya harus satu pandangan dulu. Saya tidak salahkan media yang tugasnya mencari informasi, tapi tugas incoming president adalah menata dulu barisannya agar satu pandangan," terangnya.
Di satu sisi Hikam mengapresiasi para kader PDIP yang sejak dulu konsisten menolak kenaikan harga BBM bersubsidi seperti Rieke Diah Pitaloka atau Maruarar Sirait (Ara). Namun, ia menyarankan kepada mereka agar memahami sistem hirarki kepartaian ketika keputusan sudah diambil.