Tujuh Tahun Daniel Rudi Sutradarai Film Dokumenter tentang Terorisme
Sabar Ngobrol 14 Jam dengan Teroris Bom Bali di NusakambanganSelasa, 24 Mei 2011 – 08:08 WIB
Dalam film itu, Rudi yang lulusan IKJ (Institut Kesenian Jakarta) tersebut mengambil angle yang lain daripada yang lain. Jika dalam teror semua orang membicarakan kejadian dan aktor yang terlibat, pada film tersebut, yang dipotret adalah hal-hal yang lebih substansial. Yaitu, dampak bom bunuh diri terhadap keluarga pelaku, terutama anak-anak mereka. "Bagaimana cara pandang para teroris itu yang akhirnya merugikan orang-orang terdekat mereka," papar Rudi.
Menurut dia, cara pandang itu sangat terkait dengan latar belakang teroris. Misalnya, pendidikan dan lingkungan. Contohnya, dalam satu adegan, Imam Samudera berkata lugas bahwa aksinya itu tidak akan bisa dipahami orang-orang yang menyebut dirinya sekuler. Sementara itu, dari sudut pandang Noor, teroris itulah yang tidak memahami esensi Islam.
Akar perdebatan sebenarnya satu. Yaitu, perbedaan cara pandang tentang jihad dan terorisme. Jika teroris menganggap terorisme berarti jihad, Noor memandang keduanya tidak bisa dihubungkan. Perbedaan itu semakin tajam seiring dengan pengalaman hidup masing-masing. Jika setiap hari teroris belajar jihad dengan mengangkat senjata, Noor yang notabene juga jebolan Ngruki itu berjihad dengan cara membahagiakan keluarga, yakni dengan menjadi jurnalis media asing.