Urgensi Pengawasan Terhadap Sistem Peradilan Dalam Rangka Transformasi Independensi Hakim yang Tepercaya
Kita mengetahui bersama bahwa Komisi III DPR RI, khususnya pada periode 2009-2014 lalu pernah membentuk Panitia Kerja Pemberantasan Mafia Hukum dan Peradilan bersamaan dengan Satuan Tugas (Satgas) Mafia Hukum yang dibentuk oleh Pemerintah.
Namun operasi khusus tersebut nampaknya belum mampu mencegah dan memberantas mafia hukum dan peradilan secara keseluruhan.
Tantangan pada saat ini tentu sedikit berbeda dengan yang lalu, walaupun beberapa akar masalah masih saja terjadi. Beberapa permasalahan atau tantangan tersebut antara lain:
1. Pertama, masih kentalnya budaya korupsi di sistem hukum dan peradilan. Kita tentu ingat betapa mirisnya kesejahteraan hakim (gaji dan tunjangan) yang dirasa kurang memadai.
Para hakim yang tergabung dalam solidaritas hakim datang kepada Komisi III DPR untuk memperjuangkan nasibnya. Beruntung, mereka pada saat itu mendapat jawaban dari Presiden terpilih yang kini telah dilantik menjadi Presiden RI.
Dampak secara sosial-ekonomi inilah yang mempengaruhi budaya korupsi dan gratifikasi masih seolah merupakan hal yang dianggap wajar.
2. Hal kedua adalah masih belum memadainya sistem pengawasan yang ada. Pada saat ini, pengawasan telah diatur dilakukan baik oleh eksternal (KY) maupun MA sendiri (internal).
Namun ternyata pengawasan ini masih belum memberi efek cegah atau jera (prevention and deterrence) pada praktik suap dan pelanggaran etik hakim.