UU Pemda Dinilai Timbulkan Banyak Masalah
jpnn.com - Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang mulai berlaku 2016 lalu, dinilai menimbulkan sejumlah permasalahan.
Khususnya pada pengaturan terkait pengalihan kewenangan pengelolaan pendidikan menengah yaitu SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten atau kota ke pemerintah provinsi.
Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, salah satu pihak yang terkena imbas akibat diberlakukannya kebijakan ini adalah guru honorer.
Dengan pengalihan kewenangan ini, berpengaruh kepada tunjangan yang diterima guru honorer.
Ada yang mengalami penurunan jumlah tunjangan, walau pun ada juga yang mengalami kenaikan.
“Ada beberapa guru honorer yang menyampaikan bahwa kabupaten atau kota mereka memberikan tunjangan lumayan tinggi. Namun begitu kewenangan pendidikan menengah diambil provinsi, karena provinsi terpaksa memukul rata, jadi akhirnya tunjangannya turun,” kata Ledia saat kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR ke Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Kunspek dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra (F-Gerindra, dapil Jambi).
Permasalahan berikutnya, masih kata Ledia, terkait sekolah inklusi, atau sekolah anak berkebutuhan khusus.
Menurut Ledia, penanganan sekolah inklusi merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
Namun, di satu sisi, untuk sekolah inklusi tingkat SD dan SMP merupakan kewenangan kabupaten atau kota.
Sehingga, perlu adanya koordinasi antara pemprov dan pemkab atau pemkot, terkait keberlangsungan pendidikan anak didik berkebutuhan khusus, yang melanjutkan pendidikan dasar ke pendidikan menengah.
Ledia khawatir, dengan tanggung jawab besar ini, tugas utama pemerintah provinsi untuk menangani anak didik disabilitas menjadi terabaikan.
“UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, tidak menginginkan ada anak didik putus sekolah. Karena kewajibannya mereka bersekolah 12 tahun. Ini menimbulkan persoalan berikutnya, jika koordinasinya tidak dituntaskan. Sejumlah persoalan ini yang harus kita selesaikan bersama,” imbuh Ledia.
Politikus F-PKS itu mengakui, secara umum kabupaten dan kota tidak terbebani dari sisi anggaran.