Vaksin Palsu Beredar, Ini Tantangan Untuk Pemerintah
jpnn.com - JAKARTA - Peredaran vaksin palsu menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menantang agar data fasilitas kesehatan dibuka ke publik.
Langkah tersebut menurut politikus PAN ini, penting dilakukan. Sebab, sejauh ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM-RI) mencatat ada 28 institusi kesehatan yang diduga pernah menggunakan vaksin palsu.
Setelah itu, pemerintah didesak untuk melakukan pendataan berapa orang anak di masing-masing institusi kesehatan itu, yang diimunisasi dengan vaksin palsu. Pendataan ini sangat penting agar diketahui jumlah dan siapa saja yang akan diimunisasi ulang sebagaimana saran Menkes Nila F Moeloek.
"Kalau pemerintah serius, data-data itu pasti didapatkan. Di setiap rumah sakit dan poliklinik, data dan medical record pasien selalu ada. Apalagi data imunisasi, itu selalu tercatat karena ada beberapa kali pemberian vaksin yang dilakukan bagi anak-anak," kata Saleh di Jakarta, Rabu (29/6).
Kemudian, data-data tentang anak yang diimunisasi dengan vaksin palsu itu selanjutnya bisa dijadikan dasar jika ada program pemerintah untuk mengimunisasi ulang. Namun sebelum itu, ada dua hal yang harus dikerjakan.
Pertama, orang tua anak yang bersangkutan harus diajak bicara. Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa vaksin yang akan diberikan asli.
Karena itu, menjadi sangat penting untuk menarik vaksin palsu. Bila masih beredar, masyarakat pasti akan takut untuk imunisasi.
"Jangankan yang diduga pernah divaksin dengan vaksin palsu, anak-anak yang belum imunisasi saja belum tentu dibawa orang tuanya untuk divaksin. Paling menunggu kepastian tentang keamanan dan keaslian vaksin yang akan diberikan," tutur politikus asal Sumut itu.(fat/jpnn)