Visa Australia Bagi Pekerja Pertanian Asal ASEAN Dapat Berujung Eksplotasi Massal
Menurut Matt Kunkel dari kelompok advokasi Migrant Workers Centre, eksploitasi masih terus berlangsung di industri pertanian Australia.
"Kami mendapat laporan mengenai kondisi kerja yang buruk di pertanian di mana pekerja mengalami 'bullying', pelecehan dan paspor mereka ditahan. Ada juga yang melaporkan terjadinya kekerasan seksual," ujar Matt.
Bersama serikat pekerja, LSM yang dikelola Matt pernah melakukan survei terhadap 1.300 pekerja di sektor pertanian dan menemukan terjadinya pembayaran di bawah ketentuan upah minimum.
Menurut survei ini, 15 persen pekerja mengaku dibayar AU$7 dolar, atau Rp70.000 per jam, bahkan ada yang tidak dibayar sama sekali.
Disebutkan, pembayaran terendah terjadi di perkebunan sayur zucchini, anggur dan blueberry dengan pembayaran hanya $9 dolar, atau kurang dari Rp100.000 per hari.
Matt memperingatkan, pemberian visa pertanian bagi pekerja asal ASEAN hanya akan memperparah eksploitasi oleh oknum penyalur tenaga kerja.
"Penyalur tenaga kerja sangat paham bagaimana memanipulasi syarat kerja 88 hari di wilayah pedalaman bagi pemegang visa WHV. Mereka sengaja menargetkan kelompok pekerja ini," katanya.
Menurut Matt, perubahan sistem visa seharusnya bukan hanya mengganti asal negara kelompok pekerja yang akan tereksploitasi di sektor pertanian.