Wadas dan Obsesi Jokowi
Oleh: Dhimam Abror DjuraidSejak ratusan tahun silam, di masa-masa feodal maupun di masa kolonial, masalah tanah menjadi persoalan sensitif yang sering memicu konflik personal dan komunal. Pemberontakan terhadap raja maupun penguasa kolonial banyak muncul karena dipicu oleh konflik tanah.
Perlawanan warga Desa Wadas, Purworejo terhadap upaya perampasan tanahnya untuk dijadikan ladang tambang adalah bagian dari konflik panjang yang melibatkan rakyat dengan kekuasaan.
Konflik semacam ini selalu terjadi antara penguasa yang obsesif terhadap pembangunan dan rakyat yang merasa bahwa pembangunan justru merugikan mereka.
Warga desa yang sudah menghuni tanahnya turun-temurun berpuluh-puluh tahun tiba-tiba dicerabut secara paksa, dan dipaksa meninggalkan tanah komunal yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari hidupnya.
Warga Wadas tidak hanya sekadar kehilangan mata pencarian hidup, tapi sekaligus tercerabut dari sejarah dan akar kultural yang sudah mereka tanam lintas generasi.
Pembangunan untuk siapa? Itulah pertanyaannya. Pemerintah Jokowi punya ambisi besar untuk melakukan pembangunan fisik apa saja. Saking berambisinya sampai-sampai menjadi obsesif. Jalan tol, bandara, pelabuhan, waduk, dan berbagai pembangunan infrastruktur, menjadi obsesi besar bagi Jokowi.
Pembangunanisme atau developmentalisme menjadi ideologi utama Jokowi. Demi membangun infrastruktur apa pun bisa dikorbankan. Infrastruktur adalah segala-galanya, dimensi manusia dalam pembangunan menjadi nomor dua.
Prof. Sujatmoko sejak 1970-an sudah mengingatkan pentingnya dimensi manusia dalam pembangunan. Ia mengingatkan bahwa pembangunan harus ‘’memanusiakan manusia’’, bukan malah menghilangkan kemanusiaan demi kepentingan pembangunan.