Wahabisme
Oleh: Dhimam Abror DjuraidGus Dur mengibaratkan Islam itu seperti benih yang bisa dibawa ke mana-mana, tetapi agar benih itu bisa tumbuh di suatu tempat, maka benih itu harus menyesuaikan dengan tanah di tempat itu.
Kalau Islam datang di dataran Melayu, maka dia harus bisa membuat akulturasi dengan situasi kehidupan yang ada di Melayu.
Begitu juga ketika Islam datang ke kawasan Eropa, maka dia juga harus bisa melakukan akulturasi dengan konteks Eropa.
Kalau Islam datang ke kawasan India, dia harus bisa melakukan penyesuaian dengan konteks India, begitu seterusnya.
Gagasan pribumisasi menjadi salah satu epistemologi banyak diikuti di Indonesia sekaligus menjadi gagasan yang kontroversial.
Para pemikir Islam kaliber internasional seperti Syekh Yusuf Alqardawi dan Prof. Naquib Alatas tidak sepakat dengan konsep pribumisasi dan menegaskan sifat universalisme Islam yang melampaui batas waktu dan geografis, ‘’Shalihun likulli zaman wa makan’’, Islam selalu sesuai dengan segala waktu dan tempat.
Konsep pribumisasi Islam berbanding terbalik. Ada ajaran-ajaran yang sifatnya historis sesuai dengan konteks lokal dan ada ajaran yang sifatnya universal.
Yang bersifat historis itulah yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya setempat.