Walah, Gegara Bangun Musala, Warga Bekasi Digugat
"Katanya izinnya untuk rumah tinggal. Padahal dalam perjanjian jual beli dengan pengembang, penggunaan lahan itu dikuasakan pada pemilik, agar digunakan secara tanggung jawab. Tapi ternyata dipersoalkan hingga digugat karena dinilai wanprestasi," ujarnya pula.
Rahman mengaku sebenarnya warga tidak serta merta membangun musala, melainkan terlebih dahulu menempuh perizinan mulai dari persetujuan warga hingga mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.
"Berdasarkan aturan, izin itu sebenarnya tinggal menunggu rekomendasi dari Dinas PUPR, seluruh persyaratannya telah dipenuhi, tapi pihak PUPR katanya minta harus ada persetujuan dari pengembang. Padahal dalam aturannya tidak harus. Ini yang juga jadi pertanyaan kami," katanya.
Rahman menegaskan seluruh warga turut meladeni proses gugatan tersebut, bahkan warga siap memenuhi persyaratan yang diajukan pengembang selaku penggugat namun dalam proses mediasi tidak tercapai kemufakatan.
Pada sisi lain persyaratan yang diajukan pengembang itu pun melenceng dari substansi gugatan tentang wanprestasi. Pengembang dinilai malah mengintervensi kegiatan musala.
Menurut dia, dalam persyaratan yang diajukan, penggugat melarang musala yang didirikan warga menggelar Shalat Jumat. Musala juga tidak diperbolehkan mengumandangkan azan dengan pengeras suara serta dilarang menggelar pengajian.
"Ini sudah masuk dalam ranah menghalangi ibadah dan mengintervensi akidah kami sebagai seorang muslim. Ini sebuah pelanggaran serius. Sebaliknya, tuduhan wanprestasi yang selama ini digadang-gadang sama sekali tidak disentuh dalam proses mediasi," katanya pula.
Warga menilai gugatan itu tidak memenuhi unsur. Selain penggugat tidak fokus pada materi gugatan, pihak penggugat pun tidak pernah menghadirkan prinsipal.