Wali Kota Kendari Harusnya Belajar dari Nur Alam
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera menonaktifkan Adriatma Dwi Putra dari jabatan Wali Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, setelah terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adriatma ditangkap bersama ayahnya yang maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, di Kendari, Selasa (27/2) kemarin.
Penonaktifan akan dilakukan setelah lembaga antirasuah menetapkan Adriatma sebagai tersangka terkait suap senilai Rp 2,8 miliar dan kini mendekam dalam tahanan KPK.
"Tunggu pengumuman resmi KPK. Kalau berstatus tersangka dan ditahan, segera dinonaktifkan," ujar Tjahjo di sela-sela peringatan HUT ke-99 Satuan Pemadam Kebakaran yang dipusatkan di Ambon, Maluku, Kamis (1/3).
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, pemberantasan korupsi merupakan tugas dan tanggung jawab KPK. Karena itu, ia hanya mengimbau para kepala daerah dan pejabat di Kemendagri menjalankan tugas sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Jangan malah menyalahgunakan kewenangan, karena risikonya sangat besar. Tidak saja bagi pelaku secara pribadi, tapi juga bagi keberlangsungan pembangunan di daerah.
"OTT merupakan hak KPK. Sekarang yang penting semua aparatur waspada dan hati-hati dalam memahami area rawan korupsi. Peraturan sudah baik, kembali ke diri masing masing," ucapnya.
Menurut Tjahjo, sebenarnya sudah banyak disampaikan peringatan maupun imbauan. Tapi sampai saat ini masih saja ada pihak yang berani melakukan korupsi. Misalnya terkait Wali Kota Kendari, tidak belajar dari kasus yang ada. Padahal Gubernur Sultra sebelumnya (Nur Alam) juga terjerat kasus korupsi.
"Jadi sudah diingatkan, dilakukan supervisi. Sultra juga ada pengalaman gubernur kemarin (terjerat kasus korupsi,red) harusnya sadar dan menghindari hal yang berbau area rawan korupsi," pungkas Tjahjo. (gir/jpnn)