Wali Kota Tantang Ombudsman Buktikan Praktek Calo
Meski demikian, politisi Partai Demokrat ini tidak sepenuhnya menyalahkan warga. Kondisi itu juga tentu disebabkan pemberi pelayanan juga turut mengambil untung dari kondisi tersebut. Prosedur pelayanan selama ini masih menyulitkan warga, sehingga jalan pintas terpaksa mereka tempuh. Dalam konteks itulah dibutuhkan upaya kolektif yang melibatkan semua pihak. Karena memang percaloan tidak akan bisa dihentikan oleh satu pihak.
Sementara itu, Kepala Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim mengatakan, sudah saatnya masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan menggunakan calo. "Ini butuh waktu memang. Apalagi hasil survei TII menyebutkan 70 persen masyarakat Indonesia memang suka melakukan sogokan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, dalam praktiknya, selama ini calo ada dua jenis. Ada yang resmi lewat perusahaan jasa dan ada yang gelap. Calo yang menjadi masalah adalah mereka yang beroperasi secara gelap. Mereka kerap meminta uang lebih dan mengambil keuntungan belipat dari warga. "Kepada perusahaan resmi dipahami ada aturannya tetapi tentu harus tetap dikontrol. Yang menjadi masalah adalah calo gelap," katanya.
Menurutnya, salah satu jalan mencegah adalah memperketat pelayanan publik dengan menegakkan standar pelayanan, baik soal tarif, jangka waktu pelayanan, dan mekanisme pelayanan. Oleh sebab itu sangat penting penegakan komponen pelayanan publik seperti yang tertuang dalam Pasal 21 Undang-nndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya yang mengatur soal pengawasan internal pelayanan publik. Dalam undang-undang itu sudah sangat jelas, standar dan mekanisme pelayanan yang baik.
Selain itu, tidak kalah penting adalah membuka ruang bagi warga untuk berpartisipasi mengawasi pelayanan, dengan membuka posko pengaduan yang dilengkapi pejabat pengelola pengaduan. Jika semua sistem berjalan baik, menurutnya praktik percaloan bisa dikurangi. (cr-ili)