Warga Indonesia di Australia Serukan Kawal Demokrasi dan Putusan MK
Rizki Anggraini, mahasiswi Melbourne asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan juga menyoroti kinerja Presiden Jokowi, serta masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat.
"Saat teman-teman di Jakarta, di Kalimantan Selatan, di Yogyakarta, sedang dihadang polisi dan ditembaki gas air mata, presiden kita justru bertemu perwakilan-perwakilan PBNU untuk membahas tambang."
"Katanya pemerintahan mau dipindah ke Kalimantan untuk meratakan pembangunan. Apa benar, kalau masyarakat dipinggirkan?" Kemarin saja ketika upacara 17 Agustus, masyarakat adat enggak boleh ikutan."
Selain Ermalindus dan Rizki, perwakilan kaum muda, pekerja migran, dan akademisi juga menyampaikan aspirasinya di mimbar bebas.
Aliansi Melbourne Bergerak mengakhiri aksi mereka dengan menyampaikan enam butir penyataan sikap mereka, antara lain desakan "membangun politik alternatif rakyat dengan membuka seluas-luasnya akses bagi buruh dan rakyat untuk membentuk partai politik dan mengajukan calon pemimpin alternatif", serta seruan untuk "hentikan tindakan brutal aparat kepolisian dan TNI terhadap massa aksi Indonesia Darurat Demokrasi" dan supaya peserta aksi yang ditangkap polisi dibebaskan.
Setelah dibacakan, aspirasi berbentuk pernyataan tertulis tersebut diserahkan kepada perwakilan KJRI Melbourne.
"Ini kami terima dan akan kami teruskan kepada pihak terkait," kata Konsul Penerangan, Sosial, dan Budaya, Geovannie Foresty Palembangan.
Pipin Jamson, mahasiswi dan akademisi yang memimpin aksi di Melbourne mengaku kecewa pada Presiden Jokowi yang dulu didukungnya.