Wawancara Khusus ABC Dengan Dua Pilot Perempuan Pertama Asal Papua
"Jangan membatasi diri, jangan berpikir ah saya perempuan saya tidak bisa, atau ah saya anak Papua, gak bisa ini atau itu."
"Menurut saya, tidak masalah kita berasal dari daerah mana, semua akan kembali ke diri sendiri, kalau ada tekad dan mimpi yang besar, pasti terwujud kalau kita banyak berusaha dan berdo'a, Tuhan pasti akan kasih jalan." tuturnya.
Vanda menuturkan impiannya untuk menjadi pilot juga nyaris pupus lantaran ketiadaan biaya. Namun perempuan kelahiran 29 April 1996 ini tidak menyerah dia terus mempertahankan prestasinya di sekolah.
Oleh karena itu dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika mengetahui ada program beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua untuk sekolah penerbangan ke Selandia Baru.
"Sejak kecil saya selalu suka jika diajak melihat bandara dan setelah sekolah saya sangat suka pelajaran Bahasa Inggris."
"Saya berpikir karir yang pas untuk mengabungkan kesukaan saya dengan bandara dan bahasa Inggris adalah antara menjadi pramugari atau pilot."
"Tapi setelah melihat biayanya, sekolah pilot mahal sekali, keluarga saya tidak mampu. Jadi saya pikir mungkin menjadi pramugari sajalah yang lebih mungkin."
"Tetapi ketika ikut wawancara program besiswa otsus Papua, saya malah ditawari mau gak menjadi pilot, wah itu saya tidak berpikir lagi, saya langsung bilang saya mau jadi pilot," tuturnya.