Yakin Ma'ruf Memenuhi Syarat
jpnn.com, JAKARTA - Perbaikan permohonan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional 02 kepada Mahkamah Konstitusi langsung menimbulkan polemik. KPU pun angkat bicara atas hal tersebut. Baik dari sisi pengajuan perbaikan maupun substansinya. Termasuk tudingan bahwa cawapres 01 KH Ma'ruf Amin adalah pejabat BUMN.
Komisioner KPU HAsyim Asy'ari mengingatkan, hukum acara untuk beperkara di MK antara pileg dan pilpres sedikit berbeda. ''Untuk pilpres, tidak ada kesempatan atau tidak dijadwalkan mengajukan perbaikan gugatan,'' terangnya di KPU kemarin, Selasa (11/6). Sementara itu, pada sengketa pileg, para pemohon punya kesempatan mengajukan perbaikan permohonan.
Meskipun demikian, pihaknya memilih pasif mengenai perbaikan berkas itu. Lagi pula, pihaknya belum menerima dokumen perbaikan tersebut dari MK. ''Kami akan mendengar sikap MK lebih dulu, apakah MK menerima dokumen perbaikan itu atau tidak,'' lanjutnya.
BACA JUGA: Doa Kiai Ma'ruf untuk Prabowo - Sandi Sungguh Menyejukkan Hati
Mengenai substansi, Hasyim meyakinkan bahwa pihaknya sejak awal sudah mengklarifikasi dokumen-dokumen syarat calon dengan sebaik-baiknya. ''Pertanyaan utama yang diajukan adalah apakah lembaga perbankan atau jasa keuangan yang disebut oleh tim hukum BPN 02 itu BUMN atau bukan,'' tutur mantan Komisioner KPU Jateng tersebut.
UU pemilu tegas menyebutkan bahwa seorang pegawai atau pejabat BUMN dan BUMD wajib mundur dari posisinya bila hendak mencalonkan diri sebagai peserta pemilu, baik pileg maupun pilpres. Maka, harus dipastikan lembaga asal peserta pemilu itu BUMN atau bukan. ''Kalau bukan BUMN, maka tidak wajib mengundurkan diri,'' jelasnya.
Berdasar hasil verifikasi, KPU yakin bahwa BNI Syariah dan Mandiri Syariah bukan BUMN. Dengan begitu, Ma'ruf tidak wajib mundur dari dua perusahaan itu. Dia dinyatakan tetap memenuhi syarat sebagai cawapres meskipun tidak mundur dari posisinya di dewan pengawas syariah di dua bank tersebut.
Di luar itu, lanjut Hasyim, pihaknya pernah mengugurkan pencalonan caleg Partai Gerindra bernama Mirah Sumirat. Saat itu dia diketahui menjadi bagian salah satu anak perusahaan BUMN. Namun, status tidak memenuhi syarat (TMS) tersebut disengketakan di Bawaslu dan lolos.