Yakinlah, Muslim Cyber Army Lebih Berbahaya daripada Saracen
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menilai terungkapnya jaringan penebar hoaks dan ujaran kebencian Muslim Cyber Army (MCA) mengonfirmasi anggapan bahwa selama ini ada pihak yang memproduksi berita bohong ataupun fitnah dan menyebarluaskannya. Menurutnya, praktik itu sudah sangat membahayakan.
"Praktik semacam ini bukan hanya membahayakan kontestasi politik, tapi yang utama membelah masyarakat pada pro dan kontra tentang suatu konten informasi dan ini membahayakan bagi kohesi sosial kita," ujar Hendardi di Jakarta, Kamis (1/3).
Menurut Hendardi, penangkapan terhadap aktivis MCA di sejumlah kota mengindikasikan jaringan kelompok pembuat hoaks itu tersebar di berbagai lokasi. Karena itu, katanya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri harus mampu melacak aktor-aktor intelektual di balik MCA untuk melindungi masyarakat dari paparan berita bohong dan kebencian.
Hendardi menambahkan, personel dan pola gerakan MCA agak berbeda dibanding Saracen yang memiliki struktur jelas dan didominasi motif ekonomi. Sementara MCA justru tak terlihat memiliki motof ekonomi.
“Kelompok ini tampak lebih ideologis, memiliki banyak sub-kelompok dan ribuan anggota di seluruh Indonesia dengan ikatan organisasional relatif cair. Daya rusak kelompok ini lebih besar daripada Saracen," ucapnya.
Jika merujuk pada konten yang disebarkan, sambung Hendardi, pesan-pesan kelompok MCA menciptakan opini agar publik membenci Presiden Joko Widodo ataupun partai politik pendukungnya. Secara sederhana, Hendardi menyimpulkan pekerjaan mengarahkan kebencian pada kepemimpinan nasional datang dari kelompok penentang.
"Asumsi yang mengatakan hoaks dan kebencian sengaja diproduksi tangan negara, terbantah dengan melacak rekam jejak MCA dalam banyak isu. Namun untuk memastikan dugaan ini, Polri perlu membongkar tuntas jejaring pelaku, mediator, pemesan dan penikmat hoaks dan ujaran kebencian ini," katanya.
Hendardi juga mengingatkan publik untuk aktif memerangi hoaks dan ujaran kebencian. Sebab, upaya memerangi hoaks dan ujaran kebencian memang membutuhkan sinergi dan partisipasi publik.