Yasonna: Kok enggak Damai-damai
jpnn.com - JAKARTA – Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, dirinya menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan kubu Agung Laksono sebagai pengurus Golkar yang sah dan kubu Romahurmuziy sebagai pengurus DPP PPP yang sah, telah memenuhi semua ketentuan yang berlaku. Termasuk penelaahan dengan melibatkan Hakim Agung.
Karena itu membantah jika disebut penerbitan SK itu sebagai wujud ketidaknetralan pemerintah. Keputusan menurutnya, diambil agar ada kepastian terhadap nasib Golkar dan PPP menghadapi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Yang saya khawatir nanti kader marah ke atas (pimpinan parpol, red), bukan ke saya. Kok enggak damai-damai. Saya cuma tumbalnya saja. Tapi sebagai menkumham, saya harus bertanggung jawab, itu tugas saya dan saya bisa jelaskan semua dasar hukumnya," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Persiapan Pilkada 2015 serentak di Balai Kartini, Jakarta, Senin (4/5).
Menurut Yasonna, kalau ingin bersikap sewenang-wenang, dirinya dapat saja membiarkan konflik internal di kedua parpol peserta pilkada tersebut terus berlangsung. Caranya, dengan tidak mengambil keputusan apapun juga.
Namun jika demikian, pemerintah justru akan dinilai membiarkan konflik. Padahal parpol harus bersiap menghadapi pilkada yang akan diselenggarakan secara serentak di 269 daerah, 9 Desember mendatang.
“Seharusnya elit partai melihat permasalahan secara menyeluruh. Mereka sebaiknya berdiri dan melihat konflik internal dalam koridor kepentingan partai. Mengingat yang tercermin dari pertikaian itu masih dalam ranah kepentingan individu. Mau enggak duduk dalam kepentingan partai, bukan individu. Mau enggak? Ini ujiannya pilkada serentak," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan ini mengakui, akibat keputusannya ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Namun ia tetap berpegang teguh, karena keputusan telah diambil dengan berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku.
“Di mana-mana keputusan pasti ada dikatakan tidak adil, itu sudah menjadi persoalan. Tapi jangan katakan saya memutus tidak ada dasar hukumnya," ujar Yasonna.(gir/jpnn)