Yatim Piatu, Hamidah dan Dua Adiknya Tinggal di Pekuburan
Remaja perempuan ini terpaksa tidak meneruskan sekolah, Sarmila dan Sundari karena ketidakmampuan membayar buku pelajaran.
Selain mencari upah setrikaan, Ida bersama kedua adik perempuannya terdakang bertahan hidup dengan berharap belas kasihan dari masyarakat yang iba melihat keadaan mereka. Begitu pun, dia tak mau disebut mengemis, tapi berjuang untuk bertahan hidup.
"Hasil dari upah menggosok pakaian paling hanya bisa buat makan, itupun bila ada kerjaannya. Kalau tidak, paling hanya mengharap warga datang memberi bantuan uang dan makanan," sebutnya.
Ia menuturkan sejak berusia 9 tahun, ibunya Suparni sudah meninggalkan mereka. Sang ibu meninggal pada 10 tahun silam karena mengalami pendarahan saat melahirkan adiknya.
Meski memiliki keluarga, tapi keterbatasan ekonomi juga membuat sanak familinya tak mampu merawat serta membiayai ke tiga anak yatim piatu ini.
"Mamak meninggal sewaktu aku masih umur 9 tahun, nggak lama setelah itu ayah pun mulai mengalami sakit-sakitan, dan akhirnya ia menyusul mamak," kenang Ida.
Kesabaran dan keteguhan Ida menjadi kunci baginya dalam merawat adik-adiknya. Di gubuk berukuran 3 x 4 meter berdinding kayu yang berada di areal batu nisan itu, ia membesarkan kedua adiknya.
Di gubuk berlantai tanah dan hanya beralaskan spanduk serta terpal plastik warna biru itulah ketiga kakak beradik ini tidur.