Yudi Latif Ungkap 'Islam Garam dan Gincu' ala Bung Hatta
jpnn.com, JAKARTA - Cendekiawan Muslim Yudi Latif mengungkap terminologi Islam Garam dan Islam Gincu dalam acara "Pekan Bung Hatta" yang diselenggarakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan.
Pria yang telah banyak melahirkan karya-karya kebangsaan, khususnya mengenai Pancasila itu mengatakan Soekarno dan Hatta adalah ikon perjuangan yang sangat penting bagi Indonesia.
”Bung Karno dan Bung Hatta itu ibarat sepasang sayap Garuda Indonesia yang saling melengkapi satu sama lain. Termasuk di dalam ekspresi keagamaan keduanya yang kelak memainkan peran besar di dalam mencari cara rekonsiliasi dalam hubungan antara keislaman dan kebangsaan,” kata Yudi Latif dalam acara bertema 'Hatta: Islam dan Kebangsaan' yang dipandu Anty Husnawati, seorang perempuan dan kebangsaan, Rabu (11/8).
Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu memaparkan bahwa Bung Hatta merupakan seorang yang punya keyakinan keagamaan yang teguh. Tidak menyerang dan mengancam keluar, tetapi membawa berkah pada kehidupan.
Sebuah ekspresi keagamaan yang Hatta gambarkan sebagai Islam Garam dan bukan Islam Gincu.
“Kalau gincu, orang tahu dari kejauhan warna gincunya, tetapi tidak bisa merasakan. Kalau garam, orang tidak bisa melihat seperti apa keagamaan kita, tetapi rasa dan manfaatnya bisa dirasakan oleh semua orang,” lanjut dia.
Pria kelahiran 26 Agustus 1964 itu menerangkan Hatta adalah cucu dari Syeh Batu Ampar yang merupakan pengamal Tarekat Naqsabandiyah.
Tradisi keagamaannya dibangun dalam tradisi sufistik yang lebih menekankan dimensi-dimensi interior ketimbang eksterior. Dan lebih menekankan laku ketimbang hanya dari aspek formalisme ritualisme.