Yusril Ihza: Gugatan Pilgub Bengkulu Unik
jpnn.com - JAKARTA – Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan, perkara sengketa hasil Pilgub Bengkulu berbeda dengan ratusan gugatan pilkada yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Alasannya, gugatan sengketa hasil Pilkada Bengkulu satu-satunya yang disertai dengan materi gugatan terkait kasus politik uang (money politics) yang telah diputus oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Karena itu, menurut Yusril, sudah sepatutnya MK memutus sengketa Pilkada Bengkulu dengan seadil-adilnya.
“Sudah jelas kasys Bengkulu ini agak berbeda dengan ratusan kasus sengketa yang masuk ke MK saat ini. Kasus Bengkulu ini nyata dan sudah ada putusan DKPP,” jelas Yusril selaku kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sultan B Najamudin-Mujiono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/1).
Dijelaskan, dalam salah satu pertimbangan putusannya, DKPP menyatakan bahwa penerimaan uang yang dilakukan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Singaran Pati Ahmad Ahyan sebagai penyelenggara pemilu, dari pasangan calon Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah tidak dapat dibenarkan menurut etika dan hukum.
Diketahui, putusan DKPP itu dikeluarkan pada 12 November 2015. Ahmad Ahyan telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etika dan diberi sanksi pemberhentian tetap sebagai anggota PPK oleh DKPP. Namun, di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya sebagai pelapor kasus, hingga kini tidak menindaklanjuti proses pidana kasus politik uang tersebut.
Dikatakan Yusril, bila kasus politik uang pasangan calon gubernur ini langsung dibawa ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), besar kemungkinan PT TUN akan enggan menindaklanjutinya karena Pilkada telah selesai. Padahal, sesuai UU Pilkada, calon yang terbukti melakukan pelanggaran politik uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, menurut Yusril, MK lah yang bisa memutus perkara ini secara adil. “Kita tunggulah MK seperti apa jawabannya,” tutur Yusril.