10 Bocah Terindikasi Stress Akut

Kamis, 04 November 2010 – 06:29 WIB

MAGELANG-- Kekhawatiran akan terjadinya gangguan psikologis terhadap anak pasca erupsi merapi benar-benar terjadiSepuluh anak yang tinggal dipengungsian tanjung Muntilan terindikasi menderita strees akut

BACA JUGA: Tiga Sungai Besar di Kota Jogja Aman

Untuk itu dibutuhkan tindakan cepat untuk mengurangi resiko bertambahnya korban.

Hal itu, terungkap setelah empat relawan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah dr Amino Gondohutomo, Semarang, bertandang ke TPA Tanjung di Muntilan, kemarin pagi
Relawan yang dipimpin oleh psikiater dr Hesti Anggriani melakukan penelitian kondisi mental dan kejiwaan ratusan anak yang tinggal di posko tersebut melalui media menggambar

BACA JUGA: Dentuman Menggelegar Mulai Ajeg

"Ada sepuluh anak yang kita indikasikan mengalami stres akut," kata dia, kemarin (3/11)

Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan mayoritas pengungsi anak di TPA Tanjung mengalami stres akut
Dengan tanda-tanda sulit tidur, selalu merasa gelisah, dan merasa tidak nyaman

BACA JUGA: Pejabat Kaltim Rapat di Hotel Bintang Lima Jakarta

"Ini juga nampak dari hasi gambar 50 anak usia 5-6 tahun, ternyata mayoritas memilih menggambar gunung," bebernyaDari situ, dia mengatakan anak-anak korban merapi ini harus mendapatakan terapi secara menyeluruh"Mereka harus diajak bermain dan bernyanyi agar tidak berlanjut ke tahap depresi," ujar dia.

Kegiatan menggambar bersama selain untuk mengetahui kondisi psikologis anak-anak juga bertujuan untuk mengantisipasi dan mengendalikan emosi para pengungsi anak"Supaya mereka bisa menyadari apa yang terjadi dan tak khawatir berlebihan," ungkapnyaMeski hasil gambar menunjukkan ada gangguan kondisi psikologis anak-anak di pengungsian, dokter Hadi mengungkapkan kecil kemungkinan mereka akan mengalami depresi"Sebab mereka belum mampu berfikir abstrak," ujarnya.

Artinya, sambung dia, selama di pengungsian anak-anak tak akan memikirkan bagaimana nasib keluarganya ke depan dan sebagainyaMereka hanya memikirkan hal-hal yang bersifat konkrit yaitu pengalaman yang ada di depan mata"Senang saja diajak menggambar," ujar Ria, 6, salah seorang pengungsi.

Selain mengajak menggambar pengungsi anak-anak, para relawan juga mewawancarai orangtua si anakHasil interview menunjukkan bahwa potensi depresi pengungsi dewasa lebih besar ketimbang anak-anakSalah satunya karena pengungsi dewasa acapkali berpikir abstrak tentang keberlanjutan hidupnya pascabencana.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Penanggulangan Bencana Eko Triyono mengatakan anak korban bencana Merapi yang tinggal di tempat-tempat pengungsianPengalaman menghadapi bencana dikhawatirkan akan berpengaruh pada kondisi mental mereka"Mereka terdiri dari anak-anak usia sekolah Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar yang Pengungsian itu tersebar di enam Kecamatan," katanya kemarin.

Menurut dia, jumlah pengungsi anak-anak terbanyak berada di Kecamatan Srumbung, yakni mencapai 1215 anakSisanya, di Kecamatan Muntilan (238 anak), Sawangan (252 anak), Salam (580 anak), Mungkid (172 anak) dan Dukun (619 anak).

Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial Panti Sosial Antasena Magelang Agung Suhartoyo mengatakan baru dapat memberikan layanan bimbingan psikologis pada 1200 anak korban bencana Merapi di Magelang"Jumlah total anak yang menjadi korban lebih banyak lagi," katanya(vie)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemohon Siapkan 50 Orang Saksi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler