jpnn.com, JAKARTA - Penulis buku Farouk Arnaz mengatakan keteladanan mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso merupakan pengingat bagi seluruh anggota Polri akan pentingnya menjaga moral, kejujuran dan kesederhanaan.
Menurutnya, Hoegeng berhasil menjadi teladan dan menjaga integritasnya saat dipercaya menjabat sejumlah posisi strategis.
BACA JUGA: Pimpinan Honorer K2 Tiba-tiba Rindu Jenderal Hoegeng
“Itu karena faktor internal yakni keteguhan hatinya, dan eksternal yakni dukungan keluarga,” kata Farouk Arnaz saat peluncuran buku berjudul Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan sekaligus merayakan 100 Tahun Hoegeng.
Pria yang akrab disapa Cak Arnaz itu pun menuliskan buku berjudul Dunia Hoegeng yang berisi testimoni dari orang-orang terdekat Hoegeng.
BACA JUGA: Bamsoet Teringat Kisah Jenderal Hoegeng Saat Bikin Kota Medan Gempar
Cak Arnaz mengucapkan terima kasih karena telah diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam perayaan 100 tahun Hoegeng.
“Momen 100 tahun Pak Hoegeng adalah momen merayakan keteladanan, merayakan kejujuran, dan merayakan kebenaran,” ungkapnya.
BACA JUGA: Mantan Kabareskrim: Keputusan Kapolri Sungguh Luar Biasa
Mantan wartawan itu mengatakan kisah Hoegeng perlu menjadi rujukan bagi setiap anggota kepolisian pada saat ini.
“Kisah Hoegeng relevan dan perlu dihidupkan bahwa pernah ada dan bisa seorang Kapolri hidup dengan prinsip seperti itu. Pak Hoegeng menciptakan dan mewariskan standar nilai-nilai kebaikan, nilai moral, sikap, dan perbuatan,” imbuh dia.
Selain peluncuran buku, acara perayaan juga diisi dengan pemotongan nasi tumpeng di kediaman Hoegeng di Kompleks Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat. Selain itu juga dilakukan ziarah ke makam Hoegeng di TPU Giritama, Tonjong Bogor.
Acara tersebut hanya diikuti oleh kerabat dekat Hoegeng, yakni istri Hoegeng, Meriyati, dan tiga anaknya, yaitu Reni Soerjanti, Aditya Soetanto, dan Sri Pamujining Rahayu.
Hadir juga cucu Hoegeng, Krisnadi Ramajaya Hoegeng beserta istri dan anaknya, serta tim penulis buku Dunia Hoegeng.
Semasa hidup Hoegeng memang mengajarkan untuk hidup sederhana dan mulia termasuk tidak menyelenggarakan acara dengan berlebihan.
“Terima kasih atas perhatiannya kepada Mas Hoegeng yang membuat saya terharu karena ternyata Mas Hoegeng masih terus diingat dan dikenang termasuk dengan buku ini,” kata Meriyati Hoegeng.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit ikut ambil bagian dalam perayaan 100 tahun kelahiran Hoegeng.
Listyo menulis bahwa kisah keteladanan Jenderal Hoegeng bukan sekadar mitos atau dongeng semata.
“Jenderal Hoegeng yang penuh keteladanan mampu menginspirasi banyak orang untuk menjalani kehidupan dengan idealisme, kejujuran, dan nilai-nilai kebenaran yang tentunya perlu diimplementasikan pada setiap insan Bhayangkara pada level pimpinan sampai dengan pelaksana di lapangan,” tulis Listyo dalam buku Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan itu.
Mantan Kabareskrim Polri itu mengatakan Hoegeng memiliki keteguhan dalam menjaga prinsip, integritas, dan dedikasi.
Menurutnya, hal ini sejalan dengan konsep transformasi menuju Polri yang Presisi dalam mewujudkan polisi yang dekat dan dicintai masyarakat.
Jenderal Listyo juga berharap akan adanya Hoegeng-Hoegeng baru di jajaran Polri.
Selain menjadi Kapolri pertama di era Orde Baru, Hoegeng memang sempat menjabat di sejumlah posisi penting seperti Dirjen Imigrasi (1961-1965), Menteri Iuran Negara (1965), hingga Menteri/Sekretaris Kabinet Inti (1966) di era Orde Lama.
Anak pasangan Soekario Kario Hatmodjo, seorang ambtenaar (Kepala Kantor Kejaksaan Karesidenan Pekalongan asal Tegal) dengan Oemi Kalsoem (seorang ningrat asal Pemalang) itu juga dikenal piawai bermain musik, khususnya ukelele, gitar, dan bass. Hoegeng membuat grup musik bernama Hawaiian Seniors.
Namun, buntut terlibat dalam Petisi 50, maka acara yang sempat disiarkan di Radio Elshinta dan TVRI hampir selama 10 tahun itu dihentikan dengan berbagai alasan.
Hoegeng menjadi polisi setelah terinspirasi idolanya di masa kecil, yaitu Kepala Jawatan Kepolisian di Karesidenan Pekalongan Komisaris Polisi Ating Natadikusumah.
Hoegeng lalu bersekolah di Sekolah Kader Tinggi Polisi Sukabumi di bawah didikan RS Soekanto (yang kelak jadi Kapolri pertama).
Hoegeng pernah tergoda dan sempat pindah satuan ke TNI AL dan berpangkat mayor tituler (1946) sebelum kembali sebagai polisi.
Hoegeng yang tak pernah main golf karena tak mampu beli stik golf, juga tak mampu membeli rumah dan mobil pribadi memilih rela pensiun dini jelang usia 50 tahun setelah dicopot dari jabatan Kapolri.
Saat itu Hoegeng yang lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921 itu bersemangat mengungkap tiga kasus menonjol: penyelundupan mobil oleh Robby Tjahyadi Cs, kasus pemerkosaan Sum Kuning, dan kasus penembakan mahasiswa ITB Rene Coenrad oleh oknum taruna Akademi Kepolisian. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur : Boy
Reporter : Fathan Sinaga