jpnn.com - Perceraian seakan menjadi salah satu pilihan manakala hubungan rumah tangga sudah tak akur. Upaya mediasi yang ditawarkan majelis hakim di persidangan pun lebih banyak tak berbuah manis. Akibatnya, selama tahun 2015, sebanyak 126 gugatan cerai diputus. Lalu, apa penyebabnya?
GATRA BANUNAEK, Kupang
BACA JUGA: Toiletnya Mewah Seperti yang Ada di Hotel Bintang Lima
Mempertahankan hubungan pernikahan yang resmi bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, fakta membuktikan bahwa selama tahun 2015 sebanyak 126 rumah tangga harus bubar setelah diputuskan melalui sidang di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Kupang. Kesalahan pasanganlah yang menjadi penyebab rumah tangga harus berakhir di meja hijau. Lalu, seperti apa data perceraian yang diperoleh Timor Espress (Grup JPNN) di PN Klas 1A Kupang. Data tersebut merupakan data perkara cerai yang diputus majelis hakim.
Humas PN Klas 1A Kupang, Herbert Harefa, Selasa (2/2) mengaku penanganan kasus perceraian oleh PN Klas 1A Kupang selama ini memang cukup banyak.
BACA JUGA: Lowongan Kerja, Pertamina Butuh 25 Ribu Karyawan
Sesuai data terakhir, selama tahun 2015, sebanyak 126 kasus perceraian sudah diputus. Dengan demikian maka sebanyak 126 rumah tangga harus bubar. Namun demikian, kata Herbert, diawal persidangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili kasus perceraian harus terlebih dahulu melakukan mediasi.
“Selama ini kita selalu menerapkan mediasi. Mediasi merupakan proses awal sebuah perkara perdata. Memang, ada beberapa rumah tangga yang akhirnya rujuk setelah dilakukan mediasi. Namun tidak sedikit rumah tangga yang akhirnya bubar karena mediasi yang ditawarkan majelis hakim tidak membuahkan hasil. Alasannya sederhana, masing-masing pihak yakni penggugat dan tergugat bersihkeras harus mengakhiri hubungan rumah tangganya di pengadilan,” kata Herbert lagi.
BACA JUGA: Kisah Suami yang Pilih Pisah karena Onderdil Bau
Menurut Herbert, ada beberapa alasan yang sering terungkap oleh penggugat dan tergugat saat sidang cerai berlangsung. Alasan-alasan klasik itu seperti masalah ekonomi rumah tangga, masalah perselingkuhan baik oleh pengugat maupun oleh tergugat dan saling tuduh.
Ada juga alasan lain seperti penggugat atau tergugat sudah punya Pria Idaman Lain (PIL) atau Wanita Idaman Lain (WIL). Lebih dari itu, ternyata hubungan gelap yang dilakukan oleh penggugat dan tergugat karena sudah punya anak atau keturunan.
“Jadi, yang mengajukan cerai ke PN itu hampir sama antara laki-laki dan perempuan,” ungkap Herbert.
Lalu, seperti apa umur perkwaninan mereka yang mengajukan gugatan cerai ke PN Klas 1A Kupang?
“Mereka yang mengajukan cerai itu mulai dari umur 25 tahun hingga 50 tahun. Ada yang baru saja menjalin rumah tangga dan ada juga yang sudah menjalin hubungan rumah tangga cukup lama. Saat akan memeriksa dan mengadili perkara gugatan cerai, majelis hakim biasanya mengajukan pertanyaan. Pertanyaan itu seperti apakah masalah rumah tangga itu sudah pernah dilakukan mediasi di tingkat keluarga serta gereja ataukah tidak? Umumnya para penggugat dan tergugat mengaku sudah menempuh langkah tersebut namun belum ada titik temu,” ungkapnya.
Jika sudah dilakukan mediasi dan ternyata tidak ada titik temu, tambah Herbert, maka majelis hakim harus mengambil sikap menyidangkan dan memutuskan gugatan cerai yang sudah diajukan ke Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang. Sementara mengenai hak asuh anak, ia mengatakan, majelis hakim selalu melihat pada umur anak. Jika anak masih dibawah umur atau balita, maka hak asuh anak mau tidak mau harus diberikan ke isteri.
Namun demikian, tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak merupakan tanggung jawab bersama baik itu penggugat maupun tergugat meski perkara tersebut sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap. Lalu, seperti apa tanggapan para penasihat hukum yang sering mendampingi kasus perceraian di PN Klas 1A Kupang. Senang bisa mendapatkan klien untuk sidang ataukah justeru merasa riskan membantu memisahkan rumah tangga orang lain? (Timor Express/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa Alat Peledak, Dua Pengunjung Borobudur Diamankan
Redaktur : Tim Redaksi