jpnn.com - JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas membeberkan mengenai dua penyebab jumlah tenaga honorer atau non-ASN di instansi pemda begitu melimpah.
Saat memberikan sambutan di acara Peresmian Bersama 14 Mal Pelayanan Publik (MPP) yang ditayangkan di kanal Youtube KemenPAN-RB, Kamis (13/7), Azwar Anas menyinggung mengenai target menciptakan birokrasi berkelas dunia.
BACA JUGA: Langsung Angkat 87% Honorer Teknis jadi PPPK, Cueki Saja Passing Grade
Agar target tersebut bisa tergapai, dia menjelaskan mengenai pentingnya Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang harus ditopang oleh digitalisasi di seluruh unit pelayanan kepada masyarakat.
Menteri kelahiran 6 Agustus 1973 itu lantas menekankan soal SDM yang mumpuni, tim kecil yang punya talenta-talenta digital yang hebat.
BACA JUGA: Revisi UU ASN Molor, Wacana PPPK Part Time jadi Awet, Jutaan Honorer Deg-degan
Penyebab Jumlah Honorer Tak Terkendali
Terang-terangan, Mas Anas mengakui punya kekeliruan dalam pengelolaan SDM, saat periode pertama menjadi Bupati Banyuwangi, Jawa Timur.
“Soal SDM itu sangat penting. Saya dulu ada kekeliruan,” kata Mas Anas.
BACA JUGA: Tawaran Menarik dari Ambo Sakka kepada ASN PPPK, Ayo Semangat!
Saat menjadi bupati, Azwar Anas bercerita, dirinya mendelegasikan kepada para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait tenaga-tenaga yang disisipkan di kegiatan.
“Honorer akhirnya melimpah, tidak terkontrol, waktu saya di awal, saya 10 tahun jadi bupati,” kata Azwar Anas.
Dia mengakui itu merupakan kesalahannya sebagai bupati, yang tidak ketat dalam mengontrol penambahan jumlah honorer atau non-ASN.
“Saya ceritakan kesalahan saya. Saya tak mau hanya cerita kesuksesan. Saya tak pernah cek ke SKPD berapa honorer di SKPD untuk membantu peningkatan kinerja atau tenaga yang disisipkan di kegiatan. Ini kadang honorer tidak ada, tetapi di kegiatan banyak, maka di dalam banyak, jumlahnya ribuan,” kata Azwar.
Lebih lanjut Azwar Anas mengatakan, saat itu, begitu ada surat dari KemenPAN-RB yang melarang perekrutan tenaga honorer, maka sebagai bupati dirinya langsung menyetop penerimaan honorer atau non-ASN.
Surat dari KemenPAN-RB itu, lanjutnya, menjadi "senjata” yang dia tunjukkan kepada pihak-pihak yang mencoba menitipkan seseorang menjadi honorer di Pemkab Banyuwangi.
Para honorer yang sudah ada pun lantas menjalani tes dengan sistem Computer Assisted Test (CAT).
Azwar lantas mengungkap penyebab kedua jumlah honorer membeludak.
Dia mengatakan, sebagai pejabat politik, seorang kepala daerah memang sering didatangi saudara atau tetangga, yang ingin direkrut menjadi honorer atau tenaga non-ASN.
“Baru duduk, keponakan, tetangga, saudara. Hei, apa gunanya jadi bupati, tetangga saja tidak bisa kamu bantu. Itu godaan-godaan,” Azwar Anas bercerita.
Begitu juga yang dialami sekda dan para pimpinan SKPD. Begitu titip satu orang sembari berpesan “jangan bilang-bilang”, maka akan keterusan. Semua unsur pimpinan juga titip.
“Akhirnya, satu tambah satu, jangan bilang-bilang saya titip, akhirnya semua orang titip semua,” ujar Menteri Anas, mengenai penyebab jumlah honorer membeludak.
Azwar Anas pernah menyebutkan, jumlah honorer atau non-ASN yang tersisa saat ini mencapai 2,3 juta.
Dalam pembahasan RUU Revisi ASN di tingkat Panja, muncul wacana para honorer itu akan diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.
Pemerintah menganggap model PPPK Part Time atau PPPK Paruh Waktu sebagai solusi jalan tengah untuk menghindari Pemutuhan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap non-ASN pada November 2023. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu