jpnn.com, TANAH LAUT - Pemerintahan Presiden Joko Widodo membuat terobosan dengan program kerja nyata 'Reforma Agraria' dan 'Perhutanan Sosial'. Program ini demi terwujudnya keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan lahan, wilayah, dan sumber daya alam Indonesia.
Selama berpuluh tahun, sering terjadi sengketa agraria antara masyarakat dengan perusahaan atau masyarakat dengan pemerintah. Selain itu masyarakat di sekitar hutan, justru banyak yang tidak merasakan dampak kesejahteraan dari kekayaan alam tersebut.
BACA JUGA: Pesan Menteri Siti: Tolong Luruskan Berita Hoaks!
Presiden Joko Widodo ingin hal tersebut tidak terjadi lagi. Untuk itulah lahir kebijakan dalam bentuk program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial.
Ini menjadi cara baru mengatasi kemiskinan, ketimpangan sosial ekonomi, khususnya di pedesaan. Ada sekitar 9 juta ha tanah yang akan ditata kepemilikannya melalui program Reforma Agraria, dan 12,7 juta hektar yang menjadi target program perhutanan sosial, termasuk di dalamnya hutan desa dan hutan adat.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Hotspot 2017 Berkurang Banyak
"Masyarakat dapat memiliki akses legal terhadap tanah yang bisa dikelola sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan,'' tegas Presiden Joko Widodo.
Presiden menekankan bahwa sekarang ini hak kelola lahan tidak lagi hanya diberikan kepada perusahaan. Masyarakat kecil pun juga akan mendapatkan hak yang sama.
BACA JUGA: Dear Manusia...Lingkungan dan Alam Butuh Perlindungan, Sekarang!
"Berpuluh-puluh tahun lahan-lahan kita diberikan kepada yang besar-besar. Ada yang dapat 300 ribu hektare dan 400 ribu hektare. Sekarang akan mau mulai konsesi atau hak kelola itu kita berikan kepada koperasi, desa, dan rakyat," ujar Presiden saat menyerahkan SK Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kalsel, beberapa waktu lalu.
Khusus untuk Perhutanan Sosial, menjadi bukti keberpihakan pemerintah terhadap rakyat untuk turut serta mengelola, menjaga kelestarian hutan Indonesia
“Penting di sini bahwa Perhutanan Sosial bukan hanya program bagi-bagi lahan atau akses lahan, tetapi merupakan program yang sistematis, untuk membuat masyarakat Indonesia menjadi produktif bekerja, dan ada penghasilan, yang ujungnya akan sampai kepada kesejahteraan perubahan sosial,'' ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.
Perhutanan Sosial merupakan pemberian akses legal kepada masyarakat setempat atau pengakuan dan perlindungan kepada Masyarakat Hukum Adat untuk mengelola hutan negara dalam bentuk Hutan Desa (HD), Huta Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Kemitraan Kehutanan atau mendapatkan status hutan hak dalam bentuk Hutan Adat.
"Bapak Presiden berkali-kali menegaskan kepada saya, bahwa saat ini tidak boleh lagi ada persepsi rakyat ilegal di dalam hutan, tidak ada yang rakyat yang ilegal di Indonesia,” tegasnya.
Pemberian akses legal ini, menghilangkan stigma masyarakat setempat ilegal bila berada atau masuk ke dalam hutan negara untuk mengelola lahan hutan ataupun melakukan kegiatan usaha berbasis lahan hutan seperti yang diberikan terlebih dahulu legalitas kawasan hutan kepada korporasi pada awal 1970. Jadi Perhutanan Sosial merupakan corrective action/Measure.
Hingga Agustus 2017, sudah terbentuk 1 juta 46 ribu ha lahan perhutanan sosial. KLHK juga tengah memproses izin perhutanan sosial baru dengan total luasan 700 ha. Target alokasi ini akan terus dipercepat, termasuk dengan mempermudah proses pengajuan pemberian izin selama 14 hari kerja
"Tujuan pemberian akses legal kepada masyarakat setempat ini untuk mengurangi ketimpangan, ketegangan-ketegangan sosial dan konflik tenurial untuk mencapai pembangunan hutan lestari sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi,'' jelas Menteri Siti. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Blakblakan Menteri LHK Soal Egoisme dan Sikap Primitif di Hari Lingkungan
Redaktur : Tim Redaksi