jpnn.com, JAKARTA - Mantan karyawan YPI Al Zaytun berinisal PB yang kena PHK sepihak pada akhir Desember 2016, kembali mendapat perlakuan sewenang-wenang dari pihak yayasan. Dua anaknya IF (kelas XII di MA) dan PR (kelas IX di MTs) disandera yayasan lantaran sang ayah belum mampu membayar tagihan sekolah anak-anaknya sebesar total Rp 43 juta.
Padahal saat ini PB bersama FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) sedang memperjuangkan haknya ke berbagai instasi pemerintah, misalnya terkait PB mulai kerja di Mahad Al Zaytun, Indramayu sejak 2006 dan di-PHK sepihak pada Desember 2016 tanpa Surat Peringatan (SP), tanpa dialog dan tidak diberi kesempatan membela diri, tanpa pesangon. Bahkan gaji Desember pun tidak dibayarkan YPI Al Zaytun, kendati mereka masih bekerja selama bulan itu.
BACA JUGA: Sikap FSGI terhadap Kasus Amel di SMKN 3 Padangsidimpuan
"Bukan hanya PB yang mendapatkan perlakuan sewenang-wenang tersebut, tetapi ada 116 guru yang mengalami PHK sepihak tersebut dalam waktu bersamaan," kata Sekjen FSGI Retno Listyarti dalam pernyataan resminya, Minggu (28/5).
Dia menyebutkan ada puluhan guru dan karyawan korban PHK sepihak yang memiliki putra putri bersekolah di YPI Al Zaytun, salah satunya PB. Dia memiliki tiga anak yang bersekolah di Al Zaytun, yaitu IF (18 tahun), PR (15 tahun) dan RS (13 tahun). Sejak di-PHK sepihak oleh Mahad Al Zaytun, PB tidak lagi menerima gaji dan tidak juga diberi pesangon meski sudah mengabdi hampir sebelas tahun.
Hal inilah yang menyebab PB tidak memiliki kemampuan ekonomi membayar biaya sekolah putra putrinya karena selama ini dipotong dari gajinya sebagai guru.
BACA JUGA: Aneh, Mata Pelajaran Dihapus tapi di Rapor Ada Nilai
"Sejak mengalami PHK sepihak dan melakukan perjuangan melawan pemecatan yang sewenang-wenang bersama 116 teman guru yang senasib, ternyata pihak YPI Al Zaytun kerap melakukan diskriminasi anak-anak dari para guru dan karyawan tersebut. Mereka mengalami kesulitan menjenguk anak-anaknya," tutur Reto.
Jika santri lain boleh dijenguk di ruang tamu asrama, maka anak-anak mereka hanya boleh dijenguk di gerbang kedatangan. Itu pun harus melalui proses menunggu selama dua jam dan hanya boleh ditemui selama 15 menit serta dikawal khusus. Selama 15 menit ada petugas keamanan yang berdiri di dekat santri dan orang tuanya.
BACA JUGA: FSGI Beberkan Sederet Pungli di SMKN 3 Padangsidimpuan
"Laporan PB kepada FSGI, santri-santri lain tidak mendapatkan perlakuan seperti itu. Hanya anak PB dan guru serta karyawan yang di-PHK yang digituin," terang Retno.
Mulai Mei 2017, seharusnya santri IF dan PR sudah libur dan bisa berkumpul dengan keluarganya, istilahnya belajar di masyarakat. Namun, ketika santri lain mendapatkan haknya berkumpul dengan keluarga, kedua anak PB 'disandera', hanya boleh meninggalkan Mahad Al Zaytun jika orang tuanya sudah membayar lunas tagihan sekolah yang totalnya mencapai Rp 43 juta. PB tidak mampu membayar karena kehilangan pekerjaan akibat PHK sepihak oleh Al Zaytun sendiri.
Saat ini, IF yang kelas XII seharusnya setelah Ujian Nasional (UN) sudah diperkenankan pulang ke rumahnya, terhitung 24 April 2017, artinya sudah 'disandera' selama 33 hari. Sedangkan PR yang kelas IX seharusnya setelah UN juga sudah diperkenankan pulang 14 Mei, berarti sudah 'disandera' selama 13 hari. Namun hingga, 28 Mei 2017 keduanya tidak mendapatkan hak pulang dan menjadi 'sandera' pihak YPI Al Zaytun sampai orang tuanya bisa melunasi seluruh tagihan.
PB dan istri berupaya mengurus izin kepulangan anaknya dengan minta kebijakan pengurus Yayasan Al Zaytun, tapi ditolak kecuali melunasi seluruh tagihan.
“Padahal, urusan bayaran sekolah adalah kewajiban orang tua, jadi sangat tidak patut jika pihak yayasan menahan dan menyandera anak-anaknya karena alasan uang tagihan sekolah. Hal ini jelas melanggar hak-hak anak dan prinsip-prinsip pendidikan itu sendiri. Apalagi ini kan bulan Ramadan yang seharusnya anak-anak itu bisa menjalankan ibadah puasa bersama orang tuanya tercinta.” ujar Retno.
Dia menambahkan, FSGI akan melaporkan 'penyaderaan' ini kepada pihak Kementerian Agama RI dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia secepatnya.
“Surat pengaduan akan segera disiapkan, jika memungkinkan Senin (29/5), kami akan datangi KPAI dan juga Kemenag RI, agar kedua instansi tersebut segera bertindak menyelamatkan anak-anak yang disandera. Karena kami juga khawatir pada 8 Juni 2017 saat pembagiaan rapor nanti, santri yang putra-putri dari guru dan karyawan yang mengalami PHK juga akan mengalami penyaderaan," pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Oknum Guru SMK yang Minta Siswanya Jual Diri!
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad