jpnn.com - SURABAYA – Hingga saat ini sudah ada 200 warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri yang terancam hukuman mati.
”Jumlah hukuman mati terbanyak ada di Arab Saudi,” ujar Staf Ahli Hubungan Antarlembaga Kemenlu Salman Al Farisi di acara sosialisasi penanganan kasus-kasus besar WNI di Hotel JW Marriott Surabaya kemarin (27/7).
BACA JUGA: Alhamdulillah...Enam Korban Penembakan Tolikara Diizinkan Pulang
Menurut Salman, para WNI itu dijatuhi hukuman tersebut karena melakukan pembunuhan dan sihir. Tahun ini sudah ada satu WNI di Saudi yang dieksekusi, yakni atas nama Siti Zaenab pada 14 April lalu. Dia berharap kejadian tersebut tidak terulang. Karena itu, pemerintah terus berupaya membebaskan mereka dari ancaman hukuman mati.
Salman menjelaskan, untuk membebaskan para terpidana mati tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berdialog dengan raja Arab Saudi. Selain itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menemui pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Uni Emirat Arab. Hasilnya, tahun ini total pemerintah mampu membebaskan 15 orang di berbagai negara.
BACA JUGA: Daripada ke Rentenir, Ayo Sejahterakan Keluarga dengan PSKS
Jumlah TKI yang tersandung kasus hukum di luar negeri, ungkap Salman, masih tinggi. Hingga kemarin tercatat ada 29.237 WNI yang menghadapi kasus hukum. Dari jumlah tersebut, TKI asal Jawa Timur (Jatim) yang paling banyak, yaitu mencapai 6.900 orang atau seperempatnya. Bahkan, delapan orang terancam hukuman pancung.
Bukan hanya itu, terdata pula 35 kasus masuk kategori high profile, yakni yang terlibat pembunuhan, zina, sihir, penyalahgunaan narkoba, dan penganiayaan. Mereka antara lain berasal dari Bangkalan, Sampang, Banyuwangi, Ponorogo, Malang, Pamekasan, Sumenep, dan Blitar. Saat ini para TKI tersebut ditangani KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh.
BACA JUGA: Inilah Rencana Kerjasama Inggris dan Indonesia
Salman mengungkapkan, Arab Saudi menjadi negara tujuan utama kedua setelah Malaysia dengan jumlah TKI 1 juta orang. Mayoritas TKI tersandung kasus lantaran datang tanpa dokumen memadai. Misalnya, mereka masuk Saudi dengan dokumen ilegal menggunakan visa wisata dan umrah.
Ada juga yang data paspornya palsu. Menurut Salman, apa pun kasusnya, setiap WNI berhak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan. Sebab, bukan hanya pelaku, ada pula TKI yang menjadi korban. Misalnya, gaji tidak dibayar, mengalami penyiksaan dan pelecehan seksual, serta bekerja melebihi jam kerja sewajarnya.
Salman menambahkan, Kemenlu RI akan memberikan perlindungan bagi TKI yang bermasalah hukum dengan pendampingan dari para pejabat konsuler. Termasuk memberikan pengacara agar tidak terjadi kesalahan penerapan hukum. ”Tapi, negara tetap punya keterbatasan. Perlu negosiasi, konsultasi, dan tidak semua denda bisa dibayarkan. Namun, kami sudah berupaya mencegah jatuhnya hukuman,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kemenlu Lalu M. Iqbal mengungkapkan, sosialisasi yang dilakukan Kemenlu bertujuan menjalin kerja sama antara pemerintah pusat, pemda, dan keluarga. Karena itu, acara tersebut melibatkan 35 keluarga TKI yang tersandung kasus hukum. Mereka melakukan konferensi video dengan KBRI di Saudi.
Menurut Iqbal, setiap keluarga mendapat tim pendamping yang akan menjadi konsultan keluarga. ”Jangan sungkan telepon atau SMS. Karena kasusnya memang ada yang sangat rumit. Kami akan melakukan upaya perlindungan terbaik bagi WNI,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten Kesejahteraan Pemprov Jatim Asyhar menambahkan, terdata masih ada 843 ribu warga Jatim yang menganggur. Karena itu, banyak yang memilih menjadi TKI. Hingga akhir 2014, tercatat ada 278.517 TKI asal Jatim di luar negeri. Meski ada moratorium, jumlah TKI Jatim ke Saudi mencapai 13.480 orang. ”Banyak yang pekerja nonformal,” ujarnya.
Asyhar mengatakan, di satu sisi pengiriman TKI bisa mengurangi beban pengangguran. Tapi, muncul juga banyak permasalahan. Contohnya, TKI di sektor rumah tangga tidak bisa melakukan apa pun jika dipindahtangankan ke majikan lain meski belum berakhir masa kontraknya.
Karena itu, Asyhar mengaku menyambut ajakan kerja sama pemerintah pusat dengan pemprov. Dia berharap kegiatan sosialisasi tersebut mengeliminasi masalah TKI di luar negeri.
Menurut dia, saat ini pemprov sudah memiliki lembaga pelayanan terpadu satu atap penempatan dan perlindungan TKI (LPTSA-P2TKI) yang bertempat di Disnaker Jatim. ”Ini untuk mendukung TKI berangkat secara prosedural,” ucapnya. (nir/c9/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Buwas, Tolong Ambil Alih Kasus Penyelundupan Miras
Redaktur : Tim Redaksi