2050, DKI Bisa Jadi Kota Mati

Selasa, 19 Juli 2011 – 13:39 WIB

DKI JAKARTA terancam menuju ’’bunuh diri’’ secara ekologis dan berubah menjadi kota mati pada 2050Hal ini disebabkan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI 2010-2030 yang tak kunjung disahkan

BACA JUGA: Lurah Harus Proaktif Atasi Tawuran

Sehingga, pembangunan ibu kota menjadi tidak terarah dan berdampak pada berbagai kerusakan lingkungan.

’’Molornya pengesahan RTRW karena tarik menarik kepentingan antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI serta pengusaha, membuat Jakarta terancam menuju bunuh diri ekologis,’’ kata Nirwono Yoga, pengamat tata Kota Universitas Trisakti, pada INDOPOS (JPNN Group), Senin (18/7).

Dijelaskan Nirwono, harusnya para pihak yang berkepentingan ini bisa duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang ada
Permitaan DPRD DKI agar pemprov memberikan evaluasi RTRW 1985-2010 hendaknya segera dipenuhi

BACA JUGA: 2050, DKI Bisa Jadi Kota Mati

Agar bisa diketahui, kesalahan apa saja yang terjadi selama pelaksanaan RTRW itu


Kemudian, di sisi lain DPRD hendaknya tidak melakukan penghambatan demi kepentingan sesaat

BACA JUGA: Lurah Diimbau Proaktif Atasi Tawuran

’’Semakin lama RTRW ini tak disahkan, akan semakin nyata ancaman rusaknya kota Jakarta yang kita cintai ini,’’ ujarnya.

Lebih lanjut kata Nirwono, hanya RTRW yang bisa menyelamatkan JakartaHanya saja, penerapanya harus benar-benar sesuai dengan yang adaJangan sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti di masa laluUntuk itu, hasil evaluasi sangat perlu diberikan agar siapa saja  yang melanggar bisa diketahui dan dijatuhi sanksi

’’Dengan begitu, siapapun yang berniat melakukan pelanggaran RTRW di masa mendatang akan jera dan tak mau mengulanginyaJangan sampai diputihkan begitu saja, karena akan membuat pelanggar bebas dan mengulangi kembali perbuatanya,’’ terang Nirwono.

Nirwono juga mengungkapkan, kondisi Jakarta saat ini terus mengalami penurunanJakarta mulai terlihat tidak ideal seperti tahun 1960 silamHingga akhirnya memasuki tahun 2010 ini, kondisi Jakarta jadi sangat mencemaskanSeperti amblasnya permukaan tanah antara 4-26 sentimeter per tahun

Kemudian, intrusi atau merembesnya air laut di bawah tanah yang mencapai sepertiga wilawah Jakarta atau sudah mencapai Bunderan Hotel Indonesia’’Semua itu menunjukan ciri-ciri bunuh diri ekologis,’’ tuturnya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Syahrial menegaskan, DPRD DKI tak punya niat memperlambat pengesahan RTRWHanya saja, hampir seluruh fraksi di dewan masih menunggu hasil evaluasi dari pemprovJadi, pemprov hendaknya bergegas menyerahkan hasil evaluasi itu agar pengesahan bisa dilakukan"Seandainya hari ini pemprov menyerahkan hasil evaluasi, pengesahan langsung bisa dilakukan," katanya.

Syahrial mencurigai, tak kunjung diserahkanya hasil evaluasi itu dikarenakan ada yang ditutupi pemprovKarena, berdasar kajian dari beberapa pihak memang banyak sekali pelanggaran terhadap penerapan RTRW 1985-2010Salah satunya terkait banyaknya perubahan fungsi peruntukan"Ada kemungkinan pemprov takut menyerahkan karena banyaknya pelanggaran itu," tandasnya.

Sementara itu, kesemrautan inventarisasi asset milik Pemprov DKI masih menuai sengketa lahanTerbukti, hingga kini pemprov tetap ngotot mengklaim sebagai asset atas lahan milik warga seluas 600 meter di di Jalan Cempaka Putih Barat XIX Nomor 3 dan Nomor 3A Rt 07 Rw 07, Kelurahan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. 

Akibatnya, pemilik lahan bernama Hendra Paidjie dan Kuswati hingga kini sibuk memperjuangkan hak mereka atas lahan tersebutKedua warga itu mengalami penderitaan karena harus berurusan dengan penguasaSejumlah kalangan pun heran atas sikap Pemprov DKI yang menyerobot lahan milik warga tersebut. 

Kuasa Hukum Hendra Paidjie, UA Rustam menyayangkan sikap ngotot pemprov ituPadahal, tidak ada satupun alat bukti yang menjadi dasar hukum atas klaim lahan sebagai asset pemprov”Hasil penyelidikan Polres Jakarta Pusat dan surat pernyataan dari Jakarta Propertindo menyatakan bahwa tanah tersebut memang merupakan milik Hendra Paidjie,” ujar Rustam.

Karena itu, Rustam mendesak Gubernur Fauzi Bowo segera turun tangan mengatasi kasus sengketa lahan itu”Semakin lama kasus tersebut terkatung-katung semakin menyusahkan klien sayaSemenjak empat tahun diklaim oleh pemprov, kesehatan klien saya semakin menurun,” kata Rustam. 

Alasan klaim lahan sebagai asset pemprov, ungkap Rustam, lantaran seorang aparat di Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta bernama Muchlis mengatakan, kepemilikan Verponding tidak dapat menjadi bukti kepemilikan wargaBahkan surat akte jual beli yang dimiliki Paidjie dianggap bukti palsu

Menurut Rustam, pernyataan Muchlis tersebut sangat mengada-ada”Kalau benar klien kami memalsukan akte jual belinya, silahkan laporkan saja ke polisi, sebagaimana kami telah melaporkan pemprov ke polisi karena telah merampas tanah rakyat,” kata Rustam. 

Rustam juga mendesak penyidik Polres Jakarta Pusat segera memproses dan menetapkan status tersangka terhadap Lurah Cempaka Putih Barat, Tri Mulyani, mantan Camat Cempaka Putih, M Anwar, dan Bagian Aset DKI JakartaSebab seluruh pejabat terkait itu tidak mampu membuktikan bahwa lahan itu milik Pemprov DKI

”Hal ini terpaksa dilakukan agar menjadi efek jera bagi aparat pemerintahanSehingga mereka tidak sewenang-wenang terhadap wargaBiarkan pengadilan yang nanti mengungkap kebenaran dan siapa pemilik tanah tersebut sebenarnya,” cetusnya

Pada 15 Oktober 2008, Hendra Paidjie dan Kuswati telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat tanah, namun tidak dikabulkan karena lurah Cempaka Putih tidak mau mengeluarkan surat keterangan terkaitPadahal hasil pengukuran tanah bekas Vervonding Indonesia dari kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta menyebutkan tanah itu milik Hendra PaidjieIronisnya, pada tahun 2009 lurah Cempaka Putih Barat, dan mantan camat Cempaka Putih, memasang plang dengan keterangan asset pemprov di dua lokasi tersebut(rul/wok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mal di DKI Dianggap jadi Biang Kemacetan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler