25 Persen Suara, Mengada-ngada

Kamis, 16 Oktober 2008 – 19:49 WIB

JAKARTA - Alasan yang digunakan oleh Fraksi PDIP dan Golkar berupa batasan perolehan kursi atau suara yang akan ditetapkan dalam RUU Pilpres sebesar 25 persen demi efisiensi pelaksanaan Pemilu 2009 terlalu mengada-ada.

"Alasan batasan 25 persen yang diusulkan PDIP dan Golkar itu demi efisiensi maka pilpres tidak perlu diadakan dua kali agar biaya penyeleggaraan pemilu bisa lebih dihemat adalah hal yang anehKarena dengan 30 persen justru capres yang akan diusung sudah bisa dipastikan yang itu-itu saja sehingga rakyat tidak memiliki banyak  pilihan," kata Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) di DPR, Effendy Choirie di Gedung DPR Jakarta, Kamis (16/10).

Menurut dia, adalah kemunduran karena rakyat dipaksa memilih pemimpin yang itu-itu saja

BACA JUGA: Penghapusan Hakim Ad Hoc, Babak Awal Tipikor Bubar

Jika batasannya 15-20 persen maka rakyat akan memiliki lebih banyak pilihan
Dengan banyaknya pilihan maka bisa saja rakyat memilih pemimpin yang diinginkannya sendiri dan tidak tergantung dari partai yang dipilihnya.

"Dengan batasan 25 persen itu sangat mungkin calon yang seharusnya dipilih rakyat karena memiliki kredibiltas, kapabilitas dan popular serta memiliki sifat pemimpin lainnya tidak diajukan oleh parpol sehingga rakyat akan kehilangan kesempatan memperoleh pemimpin yang terbaik,” tegasnya.

Jika batasan perolehan suara 20 persen disetujui maka rakyat akan bisa mendapatkan pilihan yang lebih banyak lagi karena terbuka peluang bagi parpol-parol yang tidak mendapatkan kursi di DPR namun sanggup mendapatkan 20 persen suara bergabung juga bisa mengajukan calonnya, kata dia.

Alasan efisiensi, lanjutnya, juga tidak tepat, karena berapapun biaya yang dikeluarkan adalah menjadi tanggung jawab negara

BACA JUGA: Rapimnas Golkar, Respon Keinginan Daerah

Rakyatpun berhak mendapatkan pemimpin yang terbaik.

“Jadi, berapapun biayanya harus dibayarkan demi mendapatkan pemimpin terbaik
Ini juga untuk menghindari upaya judicial review dari pihak-pihak yang tidak menyenangi undang-undang tersebut,” imbuhnya.

Demokrasi itu, kata Gus Choi, panggilan akrabnya, memiliki karakter yang tidak efisein

BACA JUGA: Pansus BBM Tegur Serikat Pekerja

Jika mau efisien dalam memilih pemimpin maka system otoriter adalah yang paling efisien“Namun ini kan tidak kita inginkan, kita tidak ingin lagi memiliki pemimpin yang otoriter,” katanya.

Selain itu, Choi juga menyesalkan alasan bahwa dengan 30 persen maka pemerintahan akan lebih kuat, juga tidak masuk akalNegara kita menganut system presidensil dan tidak tergantung pada penguatan kubu di parlemen yang mendukung pemerintahSelama ini memang dalam faktanya ada yang salah namun bukan pada system tapi lebih karena urusan politik.

“Menurut saya dalam system presidensil, presiden tidak didukung parlemen tidak masalah dan adalah hal biasaPresiden kalau mau didukung, yah, harus memiliki program-program yang pro rakyat sehingga DPR pun tidak bisa berkilah untuk tidak menyetujui keputusan pemerintah dalam menjalankan program-program pemerintahMemang saat ini terkesan DPR dan pemerintah tidak kompak ini karena ada program-program yang bisa dipolitisasi oleh DPR terutama oleh oposisiNamun jika programnya tidak memberikan ruang untuk itu, maka oposisi sekalipun akan menyetujuinyaIni politis saja sifatnya,” kata Choi.

Sementara Anggota FBPD, Ali Muchtar Ngabali menegaskan Partai PBB tetap akan mempertahankan bahwa setiap partai peserta pemilu berhak untuk mengajukan calonnya masing-masingIni amanah UUD yang mana setiap parpol atau gabungan parpol berhak mengajukan calonnya, sehingga jika ini dilanggar maka ini merupakan tindakan melanggar undang-undang.

Ali sendiri tidak khawatir jika dengan usulan yang dikemukannya itu kemungkinan bahwa presiden yang terpilih bisa saja tidak didukung parlemen“Negara kita kan sistemnya presidensil jadi tidak tergantung pada parlemen, namun hanya pada rakyatNamun itu semua kan tergantung Golkar dan PDIP karena jika dua partai itu bersatu maka kita tidak bisa berbuat apa-apa,” tegasnya.

Selain itu, Agus Hermanto Anggota Pansus RUU Pilpres dari FPD menjelaskan bahwa fraksinya akan tetap mempertahankan besaran 15 persen jika tidak ditemukan kata dalam musyarawah.

Alasan Agus, ini sebagai tindakan untuk menjalankan dulu UU Pilpres yang lama karena batasannya dalam UU Pilpres yang lama sebesar 15 persen belum dijalankan.

“Selain itu menurut kami angka 15 persen adalah angka yang moderatIni akan diterima semua pihakSaya kira juga kalau angkanya kebesaran sulit diterima, sementara kalau kekecilan juga akan sulit diterapkan dalam pemiluKebesaran dan kekecilan angkanya akan menyulitkan pelaksanaan pemilu itu sendir, jadi harus mencari jalan tengah,” tandasnya.

Usai rapat bamus DPR, Ketua Pansus RUU Pilpres, Ferry Mursidan Baldan menjelaskan bahwa DPR masih merujuk pada peraturan perundangan yang ada tentang basis penggunaan kursi.

“Kita merujuk pada dikabulkannya permohonan terhadap Undang-Undang 32 yang mengatur pilkada dimana disebutkan yang berhak mengajukan calon adalah parpol yang memiliki 15 persen kursi di DPRD ternyata oleh MK ditambahkan bukan hanya 15 persen kursi tapi juga 15 persen suaraDalam konteks sistem inilah kita akan cek, termasuk bagaimana amar keputusannyaBerdasarkan suara atau kursi yang akan dipakaiBukan berdasarkan pandangan subyektif fraksi-fraksi, tapi pada system,” tegasnya.

Soal jadwal disahkannya RUU Pilpres menurut Ferry diambil keputusan pada paripurna tanggal 22 Oktober, karena DPR pada tanggal 24 masuk sidang terakhirMeskipun pada rapat bamus diputuskan masa sidang berakhir tanggal 31 oktober karena panitia anggaran belum siap dengan RAPBN 2009Pansus Pilpres tidak mundur, justru  memajukan dan ini sudah disahkan bamus.

“Alasan dan pertimbangan kita meminta tanggal 22 karena ada optimisme dan gambaran titik temu dan kesepakatan, apapun caranya baik mufakat maupun votingApalagi dalam lobi terakhir sudah ada pergerakan mengenai angka-angka untuk mencapai titik temu tersebut,” ujarnya(Fas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ISC Pertamina Diragukan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler