jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan asalan pemerintah mengambil pinjaman dari berbagai pihak.
Utang pemerintah hingga akhir Januari 2022 sebesar Rp 6.919,15 triliun atau naik Rp 10,28 triliun dibandingkan bulan sebelumnya atau Rp 686,01 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu.
BACA JUGA: Rusia Kekurangan Dolar Amerika Serikat untuk Bayar Utang, Putin Bisa Terancam Masalah Baru
Nominal utang ini naik namun rasio utang terhadap PDB turun menjadi 39,36 persen dibandingkan 41 persen pada Desember 2021 atau 40,28 persen pada Januari 2021.
Setidaknya ada tiga alasan Sri Mulyani tetap berutang hingga saat ini.
BACA JUGA: Pemerintah Pengin Beli Pesawat Tempur Pakai Skema Utang, DPR Bilang Begini
1. Utang pemerintah untuk kesejahteraan rakyat
Menurutnya, utang yang dilakukan pemerintah merupakan langkah untuk menyelamatkan dan menyejahterakan masyarakat di tengah krisis pandemi Covid-19.
“Walaupun kita defisit, drop, kita masih bisa berutang tetapi itu untuk menyelamatkan masyarakat, ekonomi dan sosial,” katanya dalam CNBC Economic Outlook 2022 di Jakarta, Selasa (22/3).
BACA JUGA: Ekonom UI Puji Cara Pemerintah Mengelola Utang di Masa Pandemi
Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan utang diambil mengingat APBN sedang tidak sehat.
APBN yang tidak sehat disebabkan oleh penerimaan negara yang drop hingga 18 persen seiring aktivitas dunia usaha dan perekonomian terhenti akibat pembatasan mobilitas.
Di sisi lain, pemerintah justru harus menopang kebutuhan masyarakat yang mengalami ancaman kesehatan hingga terkena PHK melalui belanja negara.
Hal itu yang melatarbelakangi pemerintah untuk melebarkan defisit dari yang tadinya maksimal tiga persen dari PDB, kemudian diperbolehkan di atas tiga persen seiring adanya UU Nomor 2 Tahun 2020.
“Makanya kami mengatakan defisit kita bisa di atas tiga persen dan ini masih di bawah 60 persen total dari utang negara yang diperbolehkan UU keuangan negara,” ujar Sri Mulyani.
2. Utang pemerintah untuk fasilitas kesehatan
Sri Mulyani juga menuturkan utang pemerintah digunakan salah satunya untuk kapasitas fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, pembuatan tempat isolasi, penyediaan PCR, APD, ventilator serta vaksin.
Terlebih lagi, masyarakat terkena Covid19 yang harus rawat inap di rumah sakit pun ditanggung biayanya oleh pemerintah hingga anggarannya mencapai sekitar Rp 220 triliun.
Tak hanya itu, pemerintah turut menyediakan bantalan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, bantuan langsung tunai, bantuan bagi pelaku UMKM, KUR, dan lainnya.
“Ini tujuannya agar space masyarakat membesar, bantalan makin kuat tapi ada biayanya. Biayanya itu lah APBN, defisitnya naik dari tadinya kita ingin 1,76 persen melonjak jadi 6,1 persen kemudian 2021 sudah turun lagi,” jelasnya.
3. Sri Mulyani yakin ekonomi segera pulih
Menteri Keuangan Terbaik 2020 versi Global Markets itu menilai seiring pemulihan ekonomi yang terus menguat, maka utang menjadi semakin rendah.
Hal itu juga karena pemerintah dapat membayar utang ketika penerimaan negara mulai naik.
Menurut Sri Mulyani, penerimaan yang sempat drop 18 persen pada 2020 mulai naik mencapai di atas 20 persen tahun lalu dan hingga pekan kedua tahun ini sudah di atas 30 persen.
“Kita bisa mendapatkan penerimaan waktu ekonomi pulih, itu yang dipakai membayar utang," ujarnya.
Sri Mulyani memastikan utang Indonesia masih cukup rendah dibanding negara-negara anggota G20 baik dari sisi India sebagai emerging country hingga Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Jerman sebagai negara maju.
“Mengenai utang 40 persen atau 41 persen (Indonesia), anggota G20 tidak ada utangnya serendah kita. Advance country seperti AS, Perancis, Inggris, Jerman semuanya sudah di atas 60 persen bahkan di atas 100 persen,” tegas Sri Mulyani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia