3 Cara Mencegah Kebakaran Hutan Versi Akademisi

Rabu, 02 Agustus 2017 – 19:00 WIB
Kebakaran hutan. Foto: Pontianak Post/JPNN

jpnn.com, RIAU - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau kembali terjadi.

Titik panas dan titik api terpantau semakin banyak di wilayah Riau. 

BACA JUGA: Duh, Ribuan Rumah Warga di Kampar Terdampak Banjir

Djaimi Backe dari Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau mengatakan, karhutla di provinsi itu masih sering terjadi.

Hal itu dikarenakan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya dan larangan membakar lahan.

BACA JUGA: Menteri LHK Diminta Kaji Ulang Permen LHK P.17/2017

“Kalau kita lihat sekarang yang terbakar itu di lahan masyarakat, skalanya kecil,  itu lebih karena kurangnya kesadaran saja. Namun, sudah jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya, kan,” ujar Djaimi di Riau, Rabu (2/8)

Menurut Djaimi ada beberapa cara yang efektif untuk menangani karhutla, khususnya di Riau.

BACA JUGA: Jokowi: Insyaallah, Tol Pekanbaru-Dumai Selesai Akhir 2019

Salah satunya adalah melibatkan masyarakat sebagai Satgas Karhutla. Hal itu harus dimulai dari desa.

“Jadi, masyarakat sendiri yang jadi satgasnya,” kata Djaimi.

Tahun lalu, Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan( KLHK) mulai membuat program percontohan masyarakat peduli api.

Salah satu desa binaannya terdapat di Kabupaten Siak. Mereka mengumpulkan masyarakat yang wilayahnya ditandai sebagai sentra rawan kebakaran.

Setelah itu, masyarakat tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok.

Mereka diminta membuat perencanaan pemanfaatan lahan gambut untuk ekonomi.

Di dalamnya juga ada Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

“Mereka yang buat apa kebutuhannya, mereka juga yang mengeksekusi pelaksanaannya. Alhamdulillah akhirnya tidak ada masyarakat di situ yang bakar lahan. Artinya pencegahannya berhasil, kok,” kata Djaimi.

Karena itu, Djaimi berharap pemerintah baik pusat maupun daerah mampu memperbanyak dan memperluas program tersebut.

Cara kedua adalah penegakan hukum secara tegas. Masyarakat  yang membakar hutan kerap menganggap tindakannya dibolehkan UU No. 32 Tahun 2009.

Dalam UU tersebut masyarakat boleh membakar lahan sebagai wujud kearifan lokal, maksimal dua hektare per kepala keluarga.

Regulasi tersebut sering disalahartikan oleh masyarakat.

“Kita harus tegas-tegas saja, jadi tidak usah tanggung-tanggung. Ini boleh ini tidak boleh. Setengah-setengah jadinya,” ujar Djaimi.

Djaimi menjelaskan, di Riau, dulu memang ada kearifan lokal membuka lahan dengan cara dibakar yang disebut budaya Merun.

“Itu ada tata caranya sendiri, yang tidak sampai menimbulkan kebakaran luas. Hanya areal lahan yang akan dibuka yang dibakar,” jelasnya.

Namun, dalam praktikny,a masyarakat sekarang tidak mau susah dan akhirnya membakar lahan sembarangan.

“Saya tidak rekomendasikan lagi, pokoknya kalau peraturan kita tidak boleh bakar ya tidak boleh bakar. Teknologi mekanisasi sudah ada. Kita tidak perlu lagi membakar,” ujar Djaimi.

Djaimi menambahkan, jalan di Riau saat ini juga sudah jauh lebih baik.

“Kalau dulu orang mau buka lahan perlu jalan puluhan kilo dan tidak bisa membawa alat berat, akhirnya budaya Merun itu yang dipakai,” ujar Djaimi.

Cara ketiga adalah  mengembangkan sumber mata pencaharian atau pendapatan baru bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut. 

Misalnya, pemerintah bisa memberikan pelatihan pemanfaatan lahan gambut  tanpa harus membakar lahan.

Djaimi mencontohkan lahan gambut ditanami nanas, bunga rosella atau lidah buaya.

Selain itu, pemerintah bisa memberikan pelatihan membuat produk dari nanas, seperti dodol atau selai. Setelah itu, pemerintah  juga harus mencarikan pasarnya.

 “Kalau orang ekonominya cukup, tidak mungkin mereka mau diupah untuk membakar lahan dengan risiko dihukum,” ujar Djaimi. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Bermain Sulap di Hadapan Ribuan Anak-Anak, Hahaha, Menghibur Banget...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler