jpnn.com, MATARAM - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) terus mengusut dugaan korupsi proyek penambahan ruang operasi dan ICU pada Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Utara.
Kemarin (27/10), penyidik Pidana Khusus Kejati NTB melakukan pemeriksaan terhadap tiga tersangka kasus korupsi tersebut.
BACA JUGA: Korupsi Berjemaah di Pandeglang, Kepala Desa dan Anaknya Berakhir di Kantor Polisi
Ketiga tersangka itu ialah SH, mantan Direktur RSUD Lombok Utara sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), EB, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, dan DD, Direktur CV Cipta Pandu Utama, konsultan pengawas.
"Tiga tersangka yang hadir dalam pemeriksaan ini KPA, PPK, dan dari konsultan pengawas," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu (27/10).
Dia menjelaskan ini merupakan pemeriksaan perdana terhadap para tersangka.
Menurutnya, seharusnya ada empat tersangka yang diagendakan menjalani pemeriksaan, tetapi satu orang tidak hadir.
BACA JUGA: Bripka MN Tembak Briptu HT, Irjen Iqbal: Saya Pastikan Oknum Itu Saya Pecat
"Sebenarnya pemeriksaan tersangka ini kami agendakan untuk empat orang, namun salah satu tidak hadir. Ini pemeriksaan perdana tersangka," ujarnya.
Untuk tersangka yang tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik ini berinisial DT, direktur perusahaan pelaksana proyek dari PT Apro Megatama, asal Makassar, Sulawesi Selatan.
"Tidak hadirnya (tersangka DT) tanpa keterangan," ujar dia.
Menurut Dedi, jaksa penyidik telah memutuskan untuk tidak menahan ketiga tersangka.
Terkait dengan pertimbangannya, Dedi mengaku belum menerima kabar resmi dari jaksa penyidik.
Dari pantauan di Gedung Kejati NTB, pemeriksaan tiga tersangka ini berjalan sejak Rabu (27/10) pagi, sekitar pukul 10.00 WITA.
Ketiganya hadir dengan didampingi pengacara.
Salah seorang tersangka berinisial DD, Direktur CV Cipta Pandu Utama yang berperan sebagai pihak konsultan pengawas, nampak lebih dahulu menyelesaikan pemeriksaan.
Pemeriksaan DD sebagai tersangka dengan pendampingan pengacara Edy Kurniadi, selesai sekitar pukul 16.00 WITA.
Namun, tanpa memberikan keterangan kepada wartawan, Edy cepat bergegas mendampingi kliennya masuk ke dalam kendaraan.
"Nanti saja, ya, kami masih ada urusan," ujar Edy.
Proyek penambahan ruang operasi dan ICU tahun anggaran 2019 ini menelan anggaran Rp 6,4 miliar.
Dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda.
Hal itu pun mengakibatkan muncul kerugian negara Rp 742,75 juta.
Nilai tersebut muncul berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy