jpnn.com, JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) menyatakan kenaikan suku bunga di seluruh dunia untuk penanganan inflasi, berisiko menyebabkan resesi global dan krisis keuangan.
Beberapa negara di berbagai belahan di dunia seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Uni Eropa, hingga Jepang menjadi wilayah yang sangat berisiko.
BACA JUGA: Inflasi Tinggi dan Perlambatan Bayangi Pemulihan Ekonomi, Nih Penyebabnya
Risiko global pertama yang berpotensi mendorong ekonomi ke jurang resesi adalah inflasi tinggi. Harga komoditas energi dan pangan terlihat masih terus naik dan bertahan di level tinggi.
Melonjaknya inflasi tentunya juga mempengaruhi milenial terutama dalam hal finansial.
BACA JUGA: Pemerintah Optimistis Target Inflasi Pangan di Bawah 5 Persen Tercapai
Kepala Investasi di Smead Capital Management Bill Smead mengatakan milenial menjadi salah satu penyebab inflasi di Amerika Serikat.
Sebab, perilaku milenial yang selalu membelanjakan uangnya untuk membeli rumah, kendaraan, dan aset lainnya yang ternyata semakin mendorong kenaikan harga di Amerika.
BACA JUGA: Mendag Zulhas: Kami Berupaya Agar Inflasi Pangan Terkendali
Berbeda dengan milenial di Indonesia, berdasarkan sebuah studi “Indonesia Gen Z and Millennial Report 2020” yang dirilis oleh institusi Alvara Research 1, mengungkapkan sebagian masyarakat urban milenial di berbagai kota di Indonesia mengakui, mereka sulit menabung atau berinvestasi.
Hal itu karena rata-rata pengeluaran rutin bulanan mereka, terutama yang berusia 25 - 40 tahun, menghabiskan sebesar 57 persen dari total pemasukan.
Alih-alih menabung atau berinvestasi dari sisa 43 persen pendapatan, hampir semua dilarikan untuk pengeluaran gaya hidup seperti travelling, healing, menyesap kopi kekinian dan sebagainya.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan inflasi merupakan hal yang tak bisa dihindari, terutama melihat kondisi perekonomian global saat ini.
"Untuk mengantisipasi inflasi dan resesi global, tidak bisa hanya bergantung pada peran pemerintah saja, tetapi perlu juga dukungan masyarakat dalam menekan tingkat inflasi yang ada di negara ini”.
Menurutnya, hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah menghindari sikap konsumtif yang berlebihan terhadap produk-produk impor dan mulai beralih ke produk buatan dalam negeri.
"Perlu juga adanya persiapan dan edukasi kesehatan finansial bagi generasi milenial sebagai calon penerus bangsa, cerdas mengelola keuangan pribadi adalah sebuah keharusan untuk membantu menahan laju inflasi“, kata Johanna.
Grant Thornton pun memberikan tiga cara menghadapi inflasi untuk milenial:
1. Bijaksana membelanjakan uang
Salah satu kebiasaan kurang baik yang sering terjadi adalah membeli sesuatu hanya karena keinginan.
Oleh karena itu, mempersiapkan rencana keuangan, pengeluaran yang tidak perlu dapat dicegah.
Selain itu adalah penting untuk tidak selalu meningkatkan gaya hidup seiring dengan meningkatnya pendapatan, apalagi menerapkan gaya hidup yang lebih boros dibandingkan dengan pendapatan.
2. Punya Dana Darurat
Dana darurat sebenarnya hanya seperti menabung, hanya saja prioritasnya digunakan untuk keperluan mendesak seperti sakit, kecelakaan maupun di kala mengalami kondisi tanpa penghasilan.
Dana darurat biasanya harus dimiliki sebanyak enam kali total pengeluaran dalam satu bulan. Semakin banyak tanggungan, maka makin besar dana darurat yang perlu dipersiapkan. Jangan lupa, pisahkan dana darurat pada rekening tabungan lain agar dapat tersimpan dengan baik.
3. Investasi Sedini Mungkin
Salah satu kebiasaan baik dalam menghadapi inflasi adalah dengan memulai untuk berinvestasi.
Investasi diperlukan untuk menyiapkan rencana jangka panjang seperti membeli rumah, dana pendidikan anak, dan lain-lain. Terdapat banyak instrumen investasi yang dapat dipilih seperti reksadana, saham, deposito, obligasi, sampai dengan logam mulia.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul