jpnn.com, JAKARTA - Upaya pelengseran Wakil Ketua MPR RI dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fadel Muhammad dipastikan gembos di tengah jalan.
Pasalnya, 39 dari 97 Anggota DPD mencabut tanda tangan mosi tidak percaya. Dua di antaranya adalah Wakil Ketua DPD Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Fadel Laporkan LaNyalla ke BK DPD RI, Nih Alasannya
Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad menegaskan bila ada satu saja anggota DPD yang sebelumnya melakukan penandatangan mosi tidak percaya kemudian menarik dukungan, maka sudah cukup untuk mengatakan bahwa mosi tidak percaya itu tidak sah.
Apalagi, saat ini jumlahnya mencapai 39 anggota DPD RI dan tidak tertutup kemungkinan akan terus bertambah.
BACA JUGA: Fadel Muhammad Ajak Sikapi Perbedaan Pilihan Politik dengan Kedewasaan Bukan Keributan
“Banyaknya anggota DPD RI yang menarik dukungan karena mereka sadar bahwa alasan yang dipakai Ketua DPD RI untuk mengajukan mosi tidak percaya adalah tindakan inkonstitusional,” ujar Fadel dalam keterangan pers di Gedung DPD, Jakarta, Jumat (7/10).
Hadir dalam konferensi pers anggota DPD Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) Angelo Wake Kako.
BACA JUGA: Pimpinan MPR RI Segera Surati DPD RI Mengenai Pergantian Fadel Muhammad
Fadel mengatakan alasan mosi tidak percaya yang digalang Ketua DPD RI karena dianggap lalai memberikan laporan kinerja pimpinan MPR selama tiga tahun berturut-turut mengada-ada.
Padahal, keharusan menyampaikan laporan kinerja pimpinan MPR, itu tertuang dalam keputusan DPD Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Tertib yang diputus pada Februari 2022.
“Ini tata tertibnya saja baru diputus pada bulan Februari 2022, sementara saya dibilang tidak membuat laporan selama tiga tahun,” kritiknya.
Fadel mempertanyakan apakah peraturan itu bisa berlaku surut, hal ini menandakan bahwa Ketua DPD tidak tahu duduk persoalannya.
Selain itu, Fadel mengaku tidak setuju bila dianggap telah gagal memperjuangkan penguatan DPD di tingkat nasional.
Buktinya hingga kini tidak ada amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Oleh karena itu, peluang lahirnya calon presiden dari unsur independen pun tidak terwujud.
Lagi-lagi ini, kata dia, sebagai bukti bahwa Ketua DPD tidak mengetahui persoalan. Padahal, semestinya DPD itu diperkuat ke bawah untuk memperjuangkan aspirasi daerah.
“Bukan ke atas agar dia bisa mengajukan diri sebagai calon presiden,” kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini.
Selain itu, mantan Gubernur Gorontalo itu menolak jika dikatakan tidak pernah hadir pada rapat-rapat DPD RI. Sebab, buktinya ia sering hadir dalam rapat DPD RI, meskipun ada surat edaran yang membolehkan pimpinan MPR tidak hadir rapat jika ada kegiatan di MPR.
Yang tak kalah aneh, kata Fadel, Ketua DPD LaNyalla minta semua pihak agar kembali ke konstitusi yang lama, yaitu UUD 1945.
Itu artinya dia yang malah ingin membubarkan lembaga DPD RI karena memang lembaga DPD tidak disebut dalam UUD 1945 sebelum reformasi.
“Semoga Ketua DPD bisa instropeksi diri, tidak melanjutkan upaya-upayanya yang inkonstitusional itu,” kata Fadel.
Sementara, Anggota DPD asal NTT Angelo Wake Kako mengaku menarik diri dari mosi tidak percaya terhadap Fadel Muhammad karena proses yang ditempuh tidak sesuai prosedur.
Selain itu arah perjalanan DPD RI selama dipimpin LaNyalla juga salah arah. Oleh karena itu, Angelo berharap sengketa internal DPD segera berakhir. Dan, Ketua DPD harus berani mengoreksi kesalahan dirinya sendiri.
“Lebih elok dia mengundurkan diri daripada malah memperuncing persoalan. Kalau dia mundur, persoalan ini akan segera selesai,” ujar Angelius.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari