jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkapkan bahwa sebanyak 39 persen orang tua tak menyetujui kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM).
Hal ini diketahui Retno setelah KPAI melakukan survei persepsi orang tua tentang PTM di tengah melonjaknya kasus Omicron di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
BACA JUGA: Pemerintah Pusat Hanya Kabulkan 50 Persen PTM di DKI, KPAI Bereaksi, Simak
Survei tersebut dilakukan mengunakan aplikasi Google Drive dan diikuti oleh 1.209 partisipan, yang meliputi tiga wilayah, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
“Survei singkat ini untuk mengetahui pandangan orang tua terkait kebijakan PTM 100 persen di wilayah PPKM Level 1 dan 2, juga usulan orang tua untuk perbaikan kebijakan PTM demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak di masa pandemi,” kata Retno dalam keterangannya, Selasa (8/2).
BACA JUGA: Usulan Menyetop PTM di DKI Ditolak Pusat, Gubernur Anies Bereaksi
Dari survei tersebut, kata Retno, mayoritas orang tua menyetujui kebijakan PTM 100 persen meski kasus Omicron terus meningkat di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Retno membeberkan responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61 persen, sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39 persen.
BACA JUGA: Guru dan Siswa Terpapar Covid-19, PTM 3 Sekolah di Medan Disetop Sementara Â
“Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, namun pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka. Kelompok ini yang harus difasilitasi ‘izin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM’ di semua level PPKM,” kata dia.
Menurut Retno, mayoritas orang tua setuju PTM 100 persen tetap diadakan di tengah lonjakan kasus Omicron karena sejumlah alasan.
Pertama, mereka beralasan bahwa anak-anak sudah jenuh pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan sibuk dengan gadgetnya untuk memainkan permainan daring atau media sosial.
Kedua, karena anak-anak dianggap sudah terlalu lama PJJ, sehingga mengalami penurunan karena ketidakefektifan proses pembelajaran. Ketiga, bila anak-anak dan sekolah menerapkan protokol ketat, penularan Covid-19 bisa diminimalkan.
“Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orang tua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus Covid-19 sedang meningkat adalah mengkhawatirkan “learning loss” pada anak-anak mereka, karena mereka menilai PJJ kurang efektif,” ungkapnya.
Alasan orang tua peserta didik yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen, yaitu anak belum mendapatkan vaksin atau belum divaksin lengkap dua dosis.
Lalu, anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD.
Jika kapasitan PTM 100 persen, maka anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak.
Kemudian, karena meningkatnya kasus Covid-19, khususnya Omicron.
“Mayoritas orang tua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus Covid-19, terutama Omicron yang memiliki daya tular tiga kali sampai lima kali lipat dari Delta,” tambah Retno.
Adapun saat ini, PTM di ibu kota masih berjalan dengan sistem 50 persen hadir di sekolah dan 50 persen PJJ atau belajar daring.
Penerapan PTM 50 persen sesuai dengan diskresi empat menteri, yakni Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Agama (Kemenag).
Empat menteri tersebut menyetujui untuk memberikan diskresi kepada daerah di wilayah PPKM Level 2.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suharti mengatakan pemerintah pusat memahami saat ini terjadi lonjakan kasus Covid-19 di beberapa daerah.
“Mulai hari ini, daerah-daerah dengan PPKM Level 2 disetujui diberikan diskresi untuk menyesuaikan PTM dengan kapasitas siswa 100 persen menjadi kapasitas siswa 50 persen," kata Suharti dalam pernyataannya. (mcr4/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : Boy
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi