jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki mengaku pihaknya ikut terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja.
Pembahasan melibatkan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu dan Kementerian/Lembaga terkait ini sudah berlangsung hingga pertengahan Januari 2020.
BACA JUGA: Menurut Mahfud MD, Omnibus Law Disusun agar Makin Banyak Lapangan Kerja
Menurut Mastuki, dalam serangkaian pembahasan yang telah dilakukan, omnibus Law dalam konteks jaminan produk halal ditekankan pada empat hal. Pertama, penyederhanaan proses sertifikasi halal.
“RUU Omnibus Law ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal, baik di BPJPH, MUI, maupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi harus ada kepastian waktu,” kata Mastuki di Jakarta, Selasa (21/1).
BACA JUGA: 6 Catatan Penting Buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Kedua, pembebasan biaya bagi usaha mikro dan kecil (UMK) saat akan mengurus sertifikasi halal. “Istilah yang muncul dalam pembahasan adalah di nol-rupiahkan. Di UU JPH sebelumnya menggunakan istilah ‘fasilitasi bagi UMK’,” katanya.
Ketiga, mengoptimalkan peran dan fungsi LPH, auditor halal, dan penyelia halal untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi halal. Sejumlah persyaratan, prosedur, dan mekanismenya akan disesuaikan.
BACA JUGA: Berduaan Dalam Mobil di Rest Area, Ternyata Begini yang Dilakukan Dua Pria Ini
Keempat, sanksi administratif dan sanksi pidana. Arahnya bagaimana mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. Jadi pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif.
"Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif,” ujarnya.
Mastuki mengaku ada banyak pasal dalam UU 33 tahun 2014 yang dibahas dan akan mengalami penyesuaian. Beberapa pasal dimaksud antara lain: pasal 1, 7, 10, 13, 14, 22, 27-33, 42, 44, 48, 55, 56, dan 58.
“Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi pembahasan,” katanya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad