jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) memberikan beberapa catatan terkait tugas tim khusus penanganan tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat yang ditembak oleh Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebutkan ada 4 catatan yang harus dijawab oleh tim yang berisikan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, beranggotakan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri, Asisten SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
BACA JUGA: Gegara Kasus Mas Bechi, Ruang Rahasia di Pesantren Shiddiqiyyah Jombang Terbongkar, Ternyata
Sugeng menjelaskan catatan pertama ialah terkait jenazah yang telah diautopsi, sementara dalam status akhirnya sebagaimana disampaikan oleh Polri, Brigadir J ialah terduga pelaku tindak pidana pengancaman dengan senjata dan pelecehan.
"Jadi pertanyaan tindakan bedah mayat tersebut tujuannya untuk apa? Padahal bedah mayat umumnya dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku," kata Sugeng dalam keterangannya, Rabu (13/7).
Dia juga menyebutkan tidak adanya garis polisi pada tempat kejadian perkara (TKP) dalam rangka pengamanan agar tidak berubah sesuai aturan yang berlaku pada umumnya tidak dilakukan di rumah Kadiv Propam itu memunculkan diskriminasi penanganan perkara pidana.
"Ketiga, dari autopsi yang telah dilakukan apakah ditemukan luka sayat dan dua jari putus yang ada di jenazah Brigadir J sesuai informasi keluarga?" lanjutnya.
BACA JUGA: Fakta Terkini Soal Bharada E yang Menembak Mati Brigadir Yosua, Oh Ternyata
Dia juga menyebutkan berdasarkan sumber lain yang melihat foto jenazah Brigadir J, ditemukan luka sayatan pada bibir, hidung dan sekitar kelopak mata.
"Serta catatan keempat, proyektil peluru pada tubuh Brigadir J kalibernya berapa?" ujarnya.
Sugeng juga mengharapkan tim gabungan bisa mendeteksi ada atau tidaknya upaya obstruction of justice (intervensi) dalam perkara ini.
Dia juga menyebutkan dengan locus delicti yang ada, Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dan istrinya akan menjadi orang yang diperiksa oleh tim gabungan yang dibentuk Kapolri tersebut.
"Sehingga, kalau peristiwa itu berlanjut ke pengadilan, keduanya akan menjadi saksi tewasnya Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo pada hari Jumat (8/7).
Dia menyatakan jika tim gabungan itu bisa menjawab pertanyaan tersebut, hasilnya benar-benar bisa menepis isu-isu liar yang berkembang di tengah publik.
"Pasalnya, tim akan memberikan informasi dan menyampaikan hasil-hasilnya secara obyektif," pungkasnya.
Sebelumnya, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkap detik-detik penembakan yang dilakukan Bharada E terhadap Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat di kediaman Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7).
Dia menyebut penembakan berawal dari tindakan tercela Brigadir J yang memasuki kamar pribadi Irjen Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri.
"Ketika itu, istri Irjen Ferdy Sambo sedang istirahat (di kamar)," kata Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7).
Brigadir J kemudian melakukan pelecehan terhadap istri seorang jenderal polisi bintang dua tersebut.
"Lalu, Brigadir J menodongkan pistol ke kepala istri kadiv propam," kata Ramadhan.
Atas insiden itu, istri Irjen Ferdy Sambo langsung berteriak untuk minta tolong.
"Sontak ketika itu istri kadiv propam berteriak dan meminta tolong. Akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan keluar dari kamar," kata Ramadhan.
Kemudian, Bharada E yang ada di rumah tersebut langsung mendatangi ke kamar dan bertemu dengan Brigadir J.
Saat itu, Bharada E menanyakan ke Brigadir J terkait apa yang sebenarnya terjadi. Bukannya menjawab, Brigadir J malah menembak Bharada E.
BACA JUGA: Buntut Kasus Mas Bechi, Ponpes Shiddiqiyah Jombang Langsung Ditinggal Para Santri
"Akibat tembakan itu, terjadilah saling tembak dan menyebabkan Brigadir J meninggal dunia," kata mantan Kapolres Palu tersebut.(mcr8/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra