jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari soal wacana sistem Pemilu 2024 kemungkinan akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyampaikan hal itu, karena adanya permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Sistem Proporsional Terbuka Dinilai Masih Relevan di Pemilu 2024
Berikut beberapa poin pernyataan Ahmad Basarah terkait terbitnya pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari:
1. Memiliki dasar hukum
Ahmad Basarah menilai pernyataan Hasyim Asy'ari yang disampaikan dalam forum resmi Catatan Akhir Tahun 2022 KPU Menyongsong Pemilu 2024 memiliki dasar hukum.
BACA JUGA: Tanpa PDIP, 8 Fraksi Dukung Sistem Proporsional Terbuka pada Pemilu 2024
Dia lantas merujuk pada Pasal 14 huruf c UU Pemilu yang menyebutkan salah satu kewajiban KPU adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat.
"Dalam forum refleksi akhir tahun yang diisi dengan informasi berbagai hal yang telah dilakukan KPU terkait pelaksanaan tahapan Pemilu 2024, wajib pula disampaikan berbagai informasi dan dinamika penting sepanjang 2022 yang perlu diketahui oleh para peserta Pemilu dan masyarakat," kata Ahmad Basarah di Jakarta, Selasa (3/1).
BACA JUGA: Nazar Soroti Wacana Pemilu 2024 Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup
2. Masyarakat Berhak Mengetahui
Ahmad Basarah yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan menegaskan masyarakat berhak mengetahui berbagai proyeksi 2023 untuk mengantisipasi semua perencanaan demi kesuksesan agenda pemilu 2024.
Salah satu informasi dan dinamika politik di tahun 2022 yang perlu diketahui masyarakat adalah pengujian konstitusionalitas Pasal 168 UU Pemilu perihal sistem proporsionalitas terbuka dalam Pemilu di MK.
"Para pemohon pada pokoknya menginginkan pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup," ungkapnya.
Keinginan Pemilu dilakukan proporsional tertutup oleh para pemohonan lantaran sistem tersebut dianggap paling sesuai dengan maksud Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
3. Jika permohonan dikabulkan MK, ini pengaruhnya
Doktor bidang hukum tata negara Universitas Diponegoro Semarang itu menyebutkan terdapat dua kemungkinan atas pengujian sistem Pemilu pada UU Pemilu di MK, yaitu ditolak atau dikabulkan.
Jika permohonan ditolak, tentu mekanisme Pemilu 2024 akan sama dengan mekanisme Pemilu 2019, 2014 dan 2009 yang menggunakan proporsional terbuka.
"Tapi, jika permohonan dikabulkan, keputusan itu tentu akan membawa pengaruh pada persiapan dan mekanisme memilih di Pemilu 2024, termasuk memberi pengaruh bagi Parpol dan bakal calon anggota legislatifnya," beber Ahmad Basarah yang juga dosen pascasarjana Universitas Islam Malang.
4. Ini alasannya pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dinilai tepat
Ahmad Basarah mengatakan mengingat dua kemungkinan atas hasil pengujian sistem Pemilu di MK tersebut, dia menilai pernyataan Ketua KPU sudah tepat.
Sebab, kata dia, pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan sama sekali tidak dimaksudkan mendukung sistem pemilu tertentu.
Dia mengingatkan semua komponen masyarakat bahwa apa pun sistem Pemilu yang diputuskan MK, KPU harus melaksanakannya.
Selagi sistem itu sudah berkekuatan hukum tetap, baik karena telah diatur dalam UU Pemilu maupun berdasarkan putusan MK.
Menurut Ahmad Basarah, pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari sebenarnya justru untuk mengingatkan bahwa pengalaman yang ada selama ini menunjukkan seringkali putusan MK berpengaruh pada tahapan penyelenggaraan Pemilu.
5. Ingatkan peristiwa penting ini
Ahmad Basaran mengingatkan beberapa peristiwa penting dalam pelaksanaan Pemilu di tanah air terkait adanya putusan MK.
Dia mencontohkan kasus verifikasi partai politik dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang memutuskan partai politik yang sudah lolos dalam ambang batas parlemen pada pemilu sebelumnya (2019) tak lagi mengikuti proses verifikasi faktual Pemilu 2024.
"Putusan ini berbeda dengan mekanisme Pemilu 2019 yang menggunakan Putusan MK nomor 53/PUU-XV/2017 yang mewajibkan seluruh partai politik harus diverifikasi, termasuk parpol lama yang ada di DPR," jelas Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Wantimpus) GM FKPPI itu.
Contoh lain, Ahmad Basarah mengingatkan peristiwa penting ketika berdasarkan Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008.
MK mengubah sistem pemilu dari semula calon terpilih ditentukan dengan menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg menjadi hanya berdasarkan penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak.
Saat itu, mekanisme ini mengubah secara fundamental persiapan penyelenggaraan Pemilu 2009.
"Putusan yang ditetapkan pada Desember 2008 itu sangat mengagetkan dan membuat panik para peserta Pemilu 2009, karena jaraknya berdekatan dengan pemungutan suara pada April 2009," kenang Ahmad Basarah.
Karena itu, Wakil Ketua Lakpesdam PBNU ini mengajak semua pihak untuk membaca dan menilai pernyataan Ketua KPU secara utuh.
Basarah menilai Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara pemilu mengajak seluruh Parpol untuk menyiapkan diri terhadap apa pun hasil putusan MK.
Ahmad Basarah mengimbau semua pihak tidak menanggapi pernyataan ketua KPU itu secara berlebihan dengan berbagai macam tudingan, mengingat setiap Parpol pasti punya pilihan atas sistem pemilu yang mereka idealkan.
"Mengenai pilihan sistem Pemilu mana yang paling sesuai dengan maksud UUD 1945, biarkan Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan penafsir konstitusi yang bersifat final segera memutuskannya," pungkas Ahmad Basarah. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi