jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan dirinya beserta jajaran telah mengupayakan sejumlah penanganan banjir selama lima tahun masa jabatannya.
Menurut dia, ‘Siaga, Tanggap, Galang’ menjadi pegangan teguh jajaran Pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi banjir.
BACA JUGA: Ketua DPRD DKI Minta Heru Budi Hartono Punya Solusi Atasi Banjir dan Macet di Jakarta
Dia mengeklaim genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem.
Sistem drainase Jakarta, kata dia, memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100 hingga 150 milimeter per hari.
BACA JUGA: Bela Anies Baswedan, Anak Buah AHY Sebut Banjir Fenomena Global
“Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 milimeter per hari, kami harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik,” ucap Anies dalam keterangannya, Kamis (13/10).
Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 milimeter per hari, Jakarta disebut pasti akan tergenang dan banjir.
BACA JUGA: BPBD Sampaikan Kabar Terbaru soal Banjir di Aceh Utara, Alhamdulillah
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu mencontohkan pada 2020, tercatat curah hujan terekstrem 377 milimeter per hari. Namun, 95 persen titik banjir dapat surut lebih dalam waktu 96 jam.
Dia lalu membandingkan dengan banjir-banjir di tahun sebelumnya seperti 2015 yang surut lebih lama. Saat itu, Jakarta masih dipimpin oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Saat itu, curah hujan lebih rendah yakni 277 milimeter per hari, banjir baru surut dalam waktu 168 jam.
Dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta diungkapkan telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi. Salah satunya, program Gerebek Lumpur di 5 wilayah kota, yakni kegiatan pengerukan yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta.
Kegiatan ini untuk membantu mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga 3 kali lipat dari kapasitas biasanya.
Selain itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta turut membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang akan dialirkan ke sungai atau laut.
“Kami juga memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green, yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa,” jelas Anies.
Pemprov DKI Jakarta kini memiliki 475 unit pompa stasioner dan 429 unit pompa mobile. Kapasitas pompa ditingkatkan menjadi 54 persen dalam sepuluh tahun terakhir, yakni sebesar 129 meter kubik.
Anak buah Anies juga tengah fokus menuntaskan program 942 proyek, meliputi 9 polder (suatu sistem untuk menangani banjir rob yang terdiri dari kombinasi tanggul, kolam retensi dan pompa), 4 retensi air (waduk), dan 2 sungai.
Dengan rehabilitasi 9 polder, dapat menurunkan dampak banjir di dataran yang lebih rendah di Jakarta Utara, seperti Teluk Gong, Kelapa Gading, Muara Angke, dan lainnya.
Sementara itu, 4 waduk di Pondok Ranggon, Lebak Bulus, Brigif, dan Embung Wirajasa akan mereduksi banjir pada sistem aliran Kali Sunter, Kali Krukut, Kali Grogol, dan wilayah Cipinang-Melayu yang juga berfungsi sebagai penampung air.
“Selain berfokus pada infrastruktur, Pemprov DKI Jakarta juga terus berinovasi dengan teknologi. Flood Control System, hasil kolaborasi Jakarta Smart City dan Dinas Sumber Daya Air adalah salah satu ikhtiar agar penanganan banjir ke depan semakin mengikuti prinsip evidence based policy,” kata dia.
Kelebihan Flood Control System adalah pemetaan masalah banjir yang lebih akurat serta pengelolaan risiko yang lebih terukur.
Untuk mendapatkan data secara real-time dalam jumlah yang lebih banyak, Pemprov DKI Jakarta memasang sensor di 178 titik rumah pompa dan pintu air serta CCTV. Alat-alat ini mengukur empat jenis data, yaitu ketinggian air, curah hujan, debit air, dan temperatur.
“Nah, dua langkah tadi, sensing dan understanding ini sangat penting. Yang awalnya dilakukan secara manual, kini real-time. Yang awalnya terbatas, kini datanya melimpah, sehingga monitoring penanganan banjir lebih efektif,” tutur alumnus Universitas Gadjah Mada itu. (mcr4/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hampir 6 Jam Jakarta Terendam, Anies Baswedan: Itulah Manajemen Banjir
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi