5 Tahun Tak Bisa Buang Sampah, Warga Aruba Depok Protes

Sabtu, 18 September 2021 – 23:32 WIB
Ilusrasi truk sampah. Foto: ANTARA/Moh Ridwan

jpnn.com, JAKARTA - Hampir saja terjadi keributan atau adu jotos antara warga Aruba Residence Depok dengan sekuriti perumahan tersebut.

Kejadian tersebut terjadi pada Sabtu 18 September 2021, warga perumahan Aruba ramai-ramai menuntut agar truk Dinas Kebersihan Kota Depok bisa masuk dalam perumahan dan mengambil sampah rumah tangga warga.

BACA JUGA: Oknum Warga Depok Bikin Hajatan saat PPKM Darurat, Ada yang Berjoget Ria, Begini Jadinya

Permasalahan itu berawal saat warga memaksa membuka pagar perumahan agar truk sampah bisa masuk. Namun aksi warga Aruba tersebut dihalangi oleh sekuriti perumahan. Sehingga terjadi adu mulut dan saling dorong antara warga dan sekuriti.

Untungnya aksi tersebut tidak berujung pada bentrok fisik antara kedua belah pihak.

BACA JUGA: Batuk-Batuk, Bingung Pengin Tes Covid-19, Warga Depok Meninggal Dunia

Menurut Ketua RT, bahwa sudah hampir 5 tahun warga perumahan Aruba tidak dapat menikmati layanan angkut sampah rumah tangga secara berkala.

Warga, kata dia, hanya bisa membuang sampah seminggu sekali dengan cara bergotong royong, yang dilakukan setiap sabtu pagi.

BACA JUGA: Warga Pendatang yang Masuk Depok akan Dilakukan Tes Antigen

"Warga Aruba bergotong royong mengangkut sampah rumah tangga dari rumah masing-masing untuk dibawa ke luar pagar perumahan. Dan selanjutnya diangkut oleh truk sampah Dinas Kebersihan Kota Depok yang hanya bisa menunggu di luar perumahan," kata Wysnu Lesmana, Ketua RT saat dihubungi, Sabtu (18/9).

Ia menjelaskan, ikhwal persoalan sampah ini dimulai sekitar 2017, ketika pihak pengembang Perumahan Aruba Residence Depok, melarang truk sampah masuk untuk melayani warga yang menolak kenaikan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) dari pengembang.

"Awalnya IPL di perumahan Aruba sebesar Rp 200.000 per-rumah. Pengembang kemudian menaikan biaya IPL per rumah sebesar 700.000-1.000.000. Hal itu berdasarkan luas tanah rumah warga dengan alasan besaran iuran sebelumnya tidak cukup menutupi biaya pengelolaan lingkungan setiap bulannya," ungkapnya.

Namun, ketua RT menyebutkan bahwa kenaikan tersebut ditolak warga karena dinilai tidak rasional dan sepihak. Mayoritas warga Aruba kemudian sepakat mengalihkan iuran lingkungan dari pengembang ke RT (RT di dalam perumahan).

Akibat penolakan warga tersebut, lanjut dia, pihak pengembang melarang truk sampah masuk kedalam perumahan. Tak hanya itu, bahkan pihak pengembang pun melarang aktivitas perbaikan rumah, renovasi kecil, dan pembersihan taman.

"Saat truk material, tukang bangunan, tukang taman yang hendak masuk ke perumahan langsung dicegat oleh sekuriti pengembang di pintu depan pagar perumahan. Bahkan pada tahun 2018, pengembang memutus listrik rumah 7 warga perumahan selama 14 hari," tuturnya.

Hingga kini, permasalahan warga Aruba Depok dengan pengembang perumahan berlarut-larut. Dikarenakan belum diserahkannya Prasarana Sarana Utiliti (PSU) dari pengembang perumahan Aruba Residence ke pemerintah Kota Depok.

"Awalnya Pemkot Depok terlihat tegas dengan mengeluarkan surat peringatan (SP) dari SP1 hingga SP3 di tahun 2018 kepada pengembang," ucap Ketua RT.

Meski demikian, setelah SP3 dikeluarkan Pemkot Depok pada Oktober 2018, lanjut dia, hingga saat ini PSU perumahan Aruba belum diambil alih oleh Pemkot. Padahal dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 tahun 2013, sebulan setelah SP3 dikeluarkan. Dan jika pengembang belum juga menyerahkan PSU, maka Pemkot bisa mengambil alih secara sepihak.

"Warga sudah melakukan berbagai upaya komunikasi dengan Pemkot untuk menyelesaikan masalah perumahan Aruba. Namun hampir 3 tahun berjalan setelah SP3 dikeluarkan, belum ada kejelasan dari Pemkot terkait penyerahan PSU," bebernya.

Berlarut-larutnya penyeran PSU oleh pengembang dan ketidaktegasan Pemkot dalam mengeksekusi amanat Perda nomor 14 tahun 2013 menimbulkan pertanyaan di benak warga. “Apakah Walikota dan Jajaran Pemkot tidak punya nyali berhadapan dengan Pengembang Perumahan Aruba Depok yang jelas-jelas melanggar Perda Nomor 14 tahun 2013?”

Warga juga telah membuka diri untuk berdialog dengan pengembang terkait IPL.

"Pihak pengembang melalui Ibu Helda pada minggu lalu bertemu dengan perwakilan warga bersama Ketua RT dalam rangka membahas penyelesaian masalah antara warga dengan pengembang," tegasnya.

Namun hingga saat ini, komitmen penandatangan kesepakatan bersama antara warga dengan pengembang untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik dan damai, tidak ditindaklanjuti oleh pengembang. Warga menilai pengembang tidak punya itikad baik menyelesaikan masalah. (ant/dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler