jpnn.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (21/3) mengumumkan bahwa 5,5 juta dari 11,4 juta orang yang tinggal di Haiti membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan tiga juta di antaranya adalah anak-anak.
“Haiti, jelas sekali, adalah skala krisis kemanusiaan yang sangat besar,” kata koordinator kemanusiaan PBB untuk Haiti, Ulrika Richardson saat konferensi pers virtual.
BACA JUGA: Wabah Corona Melanda Haiti, Direktur Rumah Sakit Pusat Malah Diculik Penjahat
Ketika menghubungkan krisis di Haiti dengan ketidakstabilan politik dan ketidakamanan yang meluas, Richardson mengatakan, "Sejumlah besar orang harus meninggalkan daerahnya ketika geng-geng merebut mereka."
“Ada penderitaan manusia dalam skala yang mengkhawatirkan,” katanya.
BACA JUGA: FR Suruh AR Berperan jadi Mantan Kapolri Badrodin Haiti, Tipu Kades Rp 4,7 Miliar
Richardson mengingat soal Januari yang menjadi "bulan paling penuh kekerasan" dalam dua tahun terakhir.
"Cukup menyedihkan, bisa kami pastikan bahwa Februari adalah bulan yang lebih membahayakan lagi," katanya. Ada 2.500 orang yang meninggal pada masa dua bulan itu.
BACA JUGA: Politik Memecah Belah Negeri, Presiden Haiti Ditembak Mati
Richardson juga menggarisbawahi perlunya solidaritas dari komunitas internasional. Ia menekankan bahwa “waktunya hampir habis”.
Ketika menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan PBB meninggalkan Haiti, Richardson menyatakan, "Kami belum sampai pada tahap itu".
Dia mengatakan PBB berusaha mendukung warga Haiti dengan segala cara dan berharap ada pengerahan pasukan keamanan multinasional sesegera mungkin.
Haiti berjuang melawan kekerasan geng dan ketidakstabilan politik selama bertahun-tahun.
Situasi di negara itu memburuk secara dramatis dalam beberapa bulan terakhir. Penculikan, pembunuhan, perampokan bersenjata, dan kejahatan kekerasan menjadi hal yang lumrah.
Ketidakstabilan yang merajalela kian memperparah eksodus migran dari Haiti. Pekan lalu, Perdana Menteri Ariel Henry juga mengundurkan diri usai meninggalkan negara kepulauan tersebut.
Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), sejak 29 Februari sejumlah lingkungan di Wilayah Metropolitan Port-au-Prince telah menjadi sasaran serangan bersenjata yang intens hingga mengakibatkan hampir 15.000 orang mengungsi. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif